Karena Suap Jalur Mandiri, Pidana Menanti

oleh : Risa Pramiswari

Intenship Advokat Konstitusi

Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Prof. Dr. Karomani periode 2019-2023 terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 20 Agustus 2022. KPK menangkap Karomani di Bandung, Jawa Barat dan menyita alat bukti berupa uang sekitar 2 miliar . Selain Karomani, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yaitu: Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryadi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan Andi Desfiandi (AS) yang merupakan pihak swasta. Di samping itu, kompas.com menyebutkan pelaku penyuapan juga telah diketahui bernama Andi Desfiandi yang telah diloloskan sebagai mahasiswa baru Unila.

Karomani dan pejabat kampus lainnya diduga berperan aktif dalam mempersiapkan dan mengatur sedemikian rupa penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri Seleksi Masuk Unila (Simanila) 2022. Sebagaimana yang dilansir melalui bbc.com, oknum-oknum tersebut mematok tarif yang bervariasi untuk setiap mahasiswa, yaitu mulai dari Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) hingga Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). Atas praktik tidak terpuji tersebut, Karomani dan pejabat lainnya menerima uang sebesar Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Uang tersebut telah digunakan Karamoni untuk keperluan pribadinya dan sisanya disulap menjadi sejumlah aset, seperti tabungan deposito dan emas batangan.

Rasa kecewa disampaikan oleh Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang mengatakan “Kejadian di Unila suatu hal yang sangat mengecewakan bagi kami di Kemendikbudristek.” Ungkapnya dalam Ruang Rapat Komisi X DPR, Kompleks arlemen Senayan, Jakarta (23/8).

Perkembangan baru dari kasus ini dilansir melaui detik.news yang mendapatkan keterangan dari kuasa hukum Karamoni, yaitu Pengacara Ahmad Handoko. Ahmad menyampaikan bahwa tindakan Karamoni sama sekali tidak mengandung unsur merugikan negara, Ia meminta agar semua pihak tidak menghakimi Karamoni dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah.

“Prof. Tidak ada niat jahat untuk memperkaya diri dari jabatan rektor dan tidak merugikan negara.”

“Sebaiknya seluruh pihak menahan diri untuk berkomentar menghakimi Pak Rektor dan menunggu putusan pengadilan.” Ujarnya.

Dugaan mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pun turut ramai diperbincangkan, Ahmad menjelaskan akan mendiskusikanya lebih lanjut.

“Iya Kami berharap tentunya tidak ada TPPU, selengkapnya nanti ya mas kami masih diskusi langkah ke depan nya.” Ungkapnya.

Perkembangan selanjutnya dari kasus ini diketahui bahwa KPK telah menggeledah rumah Karomani dan mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang dalam pecahan rupiah, Dollar Singapura dan Euro juga sejumlah dokumen terkait administrasi kemahasiswaan dan alat elektronik.

Atas perbuatan tidak terpuji yang dilakukan oleh Karomani dan pejabat kampus lainnya, mereka dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. UU Tipikor ini berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh Karomani dan kroninya, yaitu menerima hadiah dari seseorang untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan jabatan mereka. Adapun ancaman pidananya sebagai berikut:

  • Pasal 12 huruf a atau huruf b dengan ancaman pidana hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); ATAU
  • Pasal 11 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Sementara itu, Andi Desfiandi selaku pemberi suap dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b ATAU Pasal 13 UU Tipikor.

  • Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b: pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
  • Pasal 13: dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling  banyak 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

()