Jerat Pidana Oknum Polisi yang Menyalahgunakan Narkotika

Oleh: yukiatiqa afifah

Teddy Minahasa, mantan Kapolda Sumatera Barat, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus peredaran gelap narkotika setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik polda metro jaya, Jumat (14/10/2022)

Kejadian ini berawal dari laporan masyarakat, yang ditindaklanjuti penyidik Polda Metro Jaya. Dalam pengembangannya, penyidik berhasil mengamankan 3 orang dari masyarakat sipil berinisial HE, AR dan L. 

“Setelah melakukan pengembangan kasus, ditemukan keterlibatan aparat polisi salah satunya Teddy Minahasa” ujar kapolri listyo sigit prabowo dalam jumpa pers di Mabes Polri, jumat (14/10/2022).

Teddy Minahasa diduga mengedarkan narkoba jenis sabu seberat 5 kg yang ditujukan untuk kampung bahari yang terkenal dengan kampung narkoba di Jakarta. Dari 5 kg sabu tersebut, baru 1,7 kg yang diedarkan ke Kampung Bahari. Sementara 3,3 kg sabu lainnya berhasil disita polisi. Sementara itu, sabu seberat 5 kg yang diedarkan merupakan barang bukti hasil pengungkapan kasus narkoba di Polres Bukittingi. 

Sabu tersebut diduga diambil secara diam-diam oleh anggota Polda Sumatera Barat AKBP D, dan diganti dengan tawas. ujar kapolri listyo sigit prabowo dalam jumpa pers di Mabes Polri, jumat (14/10/2022).

Imbas keterlibatan dalam kasus dugaan peredaran narkoba, Teddy pun batal menjadi Kapolda Jawa Timur.

Lalu bagaimana Pertanggungjawaban Pidana bagi Kapolda yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika? 

Menurut Pasal 29 ayat 1 UU Kepolisian bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia tunduk pada peradilan umum, maka pemberian sanksi untuk para aparat kepolisian yang telah terbukti berbuat tindak pidana khususnya tindak pidana narkotika maka penyelesaian perkaranya sama dengan masyarakat pada umumnya yaitu melalui peradilan umum.

Adapun mengenai perbuatan pidana yang dilakukan oleh Teddy Minahasa tersebut tentu
melanggar UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ia dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati dan hukuman minimal 20 tahun.

Bunyi pasal 114 ayat 2 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

“Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).”

Selain itu, anggota polisi yang melakukan tindak pidana juga mendapatkan tambahan hukuman lain yaitu dari internal kepolisian sendiri yang berupa penegakan hukum melalui sidang kode etik yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Terkait dengan anggota polisi yang melakukan tindak pidana narkotika, orang tersebut juga melanggar Kode Etik Profesi Polisi (KEPP). Ketika polisi melakukan tindak pidana narkotika yang diutamakan proses peradilan umum. Sementara itu Polisi yang melakukan tindak pidana narkotika itu diproses hingga ada putusan pengadilan yang tetap.

Anggota polisi ikut turut dijatuhkan sanksi oleh instansi yang bersangkutan yang dinamakan sanksi admistratif. Sesuai pasal 13 huruf b yang menjelaskan tentang tugas utama Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu menegakan hukum, seluruh aparat kepolisian diharuskan untuk menjalankan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua bentuk tindak pidana.

Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota polisi seperti penyalahgunaan narkotika dijatuhkan sanksi administratif maupun sanksi pidana. Terbukti bersalahnya ataupun tidaknya, oknum polisi tetap harus menjalankan persidangan dalam hal kode etik yang diatur didalam PERKAP Nomor 14 Tahun 2011. Dimana disebutkan bahwa “aparat kepolisian yang menyalahgunakan obat-obatan terlarang sudah melenceng dari peraturan mengenai kedisiplinan dan kode etik sesuai dengan yang terdapat dalam Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Jo. Pasal 6 dan Pasal 7 PERKAP Nomor 14 Tahun 2011, seluruh aparat kepolisian diharuskan untuk menjaga tegakanya hukum dan juga melindungan kehormatan, reputasi serta martabat Polri”

Terdapat beberapa sanksi yang bisa dijatuhkan kepada aparat kepolisian yang menyalahgunakan narkotika yaitu:
1. Dikenakan sesuai Peraturan Kepolisian;
2. Dibawa ke sidang profesi atau sidang disiplin yang selanjutnya ancaman hukuman dijatuhkan sesuai dengan putusan dari sidang itu sendiri;
3. Pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH);
4. Penurunan pangkat; ()