Berawal dari perselingkuhan, hingga KDRT. Berujung laporan polisi!

Oleh: Rike Patmanasari

Jumat (28/9), Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan membenarkan adanya laporan dari pihak Lesti Kejora atas dugaan KDRT yang dilakukan oleh terlapor, suaminya Rizky Billar.

Dugaan KDRT tersebut terjadi di kediaman keduanya, di Jalan Gaharu 3, nomor 10, Cilandak, Jakarta Selatan. Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan kejadian KDRT berawal saat Lesti Kejora mengetahui suaminya,  Rizky Billar berselingkuh. 

Korban (Lesti Kejora) menyatakan pada terlapor (Rizky Billar), bahwa dia mengetahui suaminya berselingkuh, dan pada pukul 01.51 WIB dini hari, Lesti Kejora minta dipulangkan ke rumah orang tuanya. Suami korban (Rizky Billar) tersulut emosi, hingga terjadilah pertengkaran dan dugaan KDRT yang dilakukan terlapor (Rizky Billar) terhadap korban (Lesti Kejora). 

“Terlapor (Rizky Billar) berusaha mendorong korban dan membanting korban ke kasur dan mencekik leher korban hingga korban jatuh ke lantai dan hal tersebut dilakukan berulang kali” sambung Endra Zulpan.

Dan pada pukul 09.47 WIB pagi hari terjadi lagi kekerasan fisik yang dialami korban (Lesti Kejora) di mana Rizky Billar melakukan kekerasan dengan berusaha menarik tangan korban ke arah kamar mandi kemudian membanting (Lesti Kejora) ke lantai dan dilakukan berulang kembali sehingga tangan korban dan leher sebelah kiri serta tubuhnya merasa sakit.

Perkembangan dari laporan korban (Lesti Kejora), saat ini Polres Metro Jakarta Selatan tengah melakukan pendalaman, termasuk visum yang dilakukan Lesti Kejora.

Terdapat dua saksi yang diperiksa, yakni Novitasari selaku asisten rumah tangga (ART) dan Firda karyawan Leslar Entertainment.


Definisi dan Dasar Hukum KDRT
Mengutip dpr.go.id, definisi dari KDRT sesuai UU Nomor 23 Tahun 2004 adalah “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”. 

Pada UU ini juga dijelaskan lingkup  mengenai suatu tindakan dikatakan KDRT. 

  1. Kekerasan fisik (kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat). 
  2. Kekerasan psikis (kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat pada seseorang). 
  3. Kekerasan seksual

Kekerasan seksual, meliputi:

pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu. 

  1. Penelantaran rumah tangga

Menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian seseorang wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut dalam lingkup rumah tangga. 

Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. 

Hukuman bagi pelaku KDRT

Bagi siapa saja yang melakukan KDRT, akan dijatuhkan hukum pidana sesuai UU Nomor 23 Tahun 2004, sebagaimana dikutip dari buku Undang-Undang RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ketentuan pidana KDRT secara spesifik diatur dalam UU ini pada pasal 44 dengan (4) ayat yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a (kekerasan fisik) dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). 

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). 

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). 

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). 

Dapat disimpulkan, Berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU KDRT Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga ini adalah pidana penjara pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp15 juta. Serta berdasarkan pada Pasal 44 ayat (4) UU KDRT, khusus bagi KDRT yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp5 juta. Namun, apabila dalam kasus KDRT juga terbukti terjadi kekerasan psikis terhadap istri, maka ada ancaman pidana lain yaitu pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp9 juta.

  ()