oleh : Risa Pramiswari
Internship Advokat Konstitusi
Seorang anak berinisial (F) yang masih berumur sebelas tahun asal Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, meninggal dunia (17/7) karena depresi akibat dipaksa untuk menyetubuhi seekor kucing. Perbuatan itu pun direkam menggunakan ponsel teman-temannya dan telah tersebar luas di media sosial. Adapun beberapa fakta mengenai kasus ini yang dilansir melalui CNN Indonesia (22/7) sebagai berikut:
- Korban mengalami sakit keras sebelum meninggal
Disampaikan langsung oleh Ibu korban yang berinisial Ti (39) bahwa korban mengalami sakit keras sebelum meninggal. Korban mengeluh sakit tenggorokan dan tidak mau makan ataupun minum. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya sudah tidak tertolong.
- Korban dipaksa dan dipukuli
Ti mengaku telah menyaksikan video perundungan terhadap anaknya dan mengatakan bahwa anaknya terpaksa melakukan hal tersebut karena mendapat tekanan dan pemukulan dari teman-temannya.
- Pelaku perundungan berjumlah empat orang
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) pun ikut turun tangan dalam menyelesaikan kasus ini. KPAID mengidentifikasi bahwa pelaku perundungan berjumlah empat orang.
kasus ini menarik perhatian publik, bahkan Presiden Jokowi turut memberikan ucapan belasungkawanya. “Ini yang menjadi keprihatinan kita semuanya. Pertama, saya ingin menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas kejadian di Tasikmalaya.” ucap Presiden Jokowi (23/7) usai menghadiri acara peringatan hari anak nasional.
Selain itu, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa ini adalah masalah serius yang menjadi tanggung jawab kita bersama dan memerlukan peran kolektif dari seluruh lapisan masyarakat agar kasus serupa tidak terulang kembali.
Kasus ini pun telah resmi dilaporkan ke polisi oleh KPAID Kabupaten Tasikmalaya setelah berdiskusi panjang bersama keluarga korban juga pengurus desa setempat, KPAID juga menegaskan akan mengawal kasus ini sampai tuntas. Selain melindungi hak-hak korban, KPAID juga akan mendampingi pelaku agar kejadian serupa tidak terjadi lagi, “Yang kami khawatirkan para pelaku jadi korban bully juga karena kejadian ini. Mereka kan anak-anak juga yang mungkin juga korban karena perkembangan medsos atau lainnya. Makanya kami dampingi.” tutur Ato Rinanto yang merupakan Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya. Tentunya, kasus ini memerlukan perhatian yang serius, mengingat bahwa pelaku masih termasuk dalam anak di bawah umur. Oleh karena itu, kasus ini haruslah memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana disampaikan oleh Dadang Sukmawijaya yang merupakan seorang praktisi hukum pidana.
Berdasarkan pemaparan di atas, berikut ancaman hukum yang dapat dikenakan kepada pelaku
Pertama, pelaku melakukan perbuatan bullying terhadap korban yang merupakan teman sepermainannya
Berbicara mengenai tindakan bullying aturan yang bisa dijadikan pedoman ialah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatur ketentuan sebagai berikut:
Pasal 76C: “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.”
Pasal 80: “Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”
Selanjutnya, ketentuan Pasal 54 jo Pasal 9 ayat (1a) menegaskan bahwa:
Pasal 54: “Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
Pasal 9 ayat (1a): “Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lainnya.”
Kedua, pelaku menyebarluaskan perbuatan perundungan tersebut ke media sosial
Seperti yang diketahui bahwa pelaku menyebarluaskan video tersebut ke media sosial. Tindakan tersebut dapat dijerat melalui ketentuan Pasal 45B Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan penjara paling lama 4 (empat) tahun.”
Ketiga, pelaku merupakan teman sepermainan korban yang masih di bawah umur.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam hukum pidana adalah unsur subjektif. Unsur subjektif dalam pasal yang tertera di atas ialah “setiap orang” sehingga apabila kasus ini ingin diajukan ke pengadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, seorang anak harus berumur 12 tahun, belum menginjak umur 18 tahun dan belum menikah. Apabila seorang anak belum menginjak umur 12 tahun, maka penyidik dapat memutuskan agar anak tersebut dikembalikan kepada orang tua/walinya dan mengikutsertakannya dalam program pendidikan dan pembinaan sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1 ayat (3) : “Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.” ()