oleh: Zauzany Ocha
Childfree belakangan ini sedang menjadi perbincangan banyak masyarakat, dikarenakan pasangan publik figur bernama Gita Savitri dan suaminya Paulus Andre mengungkapkan keputusan mereka untuk tidak memiliki anak, alasannya adalah rasa kekhawatiran tidak bisa menjaga dan bertanggung jawab kepada anaknya kelak. Tentu saja hal ini menimbulkan Pro dan Kontra ditengah masyarakat.
Pengertian dari childfree sendiri adalah gaya hidup yang megacu sebuah keputusan seseorang atau pasangan untuk tintuk tidak mempunya keturunan, baik kandung, mengadopsi anak atau yang lainnya. Namun ternyata di Indonesia sendiri childfree memunya pontensi untuk berkembang karena adanya tingkat penurunan angka kelahiran antara tahun 2010 hingga tahun 2020.
Keputusan untuk memilih childfree dalam pernikahan memiliki dampak positif dan negatif . Stigma negatif yang berkembang yaitu adanya diskriminasi dan tekanan dari masyarakat, sedangkan untuk sisi positif menunjukkan adanya kepuasan finansial, kesenangan, dan hubungan yang lebih dekat dengan pasangan dan keluarga
lantas bagaimana Hak Asasi Manusia memandang Childfree?
Sebagaimana dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pasal 49 UU No 39 Tahun 1999 menjelaskan bahwa wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita. Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Maka dapat disimpulkan bahwa hak reproduksi kaum perempuan, berupa hak untuk hidup, hak untuk menikah atau tidak menikah, hak untuk membentuk dan merencanakan keluarga, hak menolak untuk hamil, hak untuk menentukan dan bertanggung jawab atas jumlah, jeda, dan waktu memiliki anak.
Hukum Perkawinan
Di Indonesia perkawinan diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwasanya perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan menjadi pasangan suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal yang berlandasakan Ketuhanan Yang Maha Esa. dan seperti yang kita ketahui tujuan perkawinan adalah untuk menciptakan kehidupan keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan kasih sayang dan untuk melengkapi kebutuhan biologis secara sehat, legal, dan bertanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan perkawinan sakinah mawaddah dan rahmah diperlukan adanya usaha dari pihak suami dan istri, yaitu dengan cara saling melengkapi satu sama lain. Saling membantu, melakukan hal-hal lain yang dianggap penting guna untuk mendukung tercapainya tujuan itu. Secara ringkasnya, untuk mencapai tujuan perkawinan tersebut pihak suami dan istrri harus melakukan kewajibannya masing-masing dengan sungguh, mampu untuk bertanggungjawab sehingga sempurnalah kehidupan rumah tangganya.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin turut bersuara mengenai pilihan hidup untuk tidak punya anak atau childfree. Ma’ruf mengatakan manusia harus berkembang biak untuk mengelola bumi. Ma’ruf mengatakan, melanjutkan keturunan adalah fungsi pernikahan. Namun, menurutnya, jika ada pasangan yang ingin menunda mempunyai anak, itu tidak jadi persoalan.
Bagaimana dengan Hukum Islam?
Islam mengartikan childfree adalah menolak wujudnya anak baik sebelum anak potensial wujud ataupun setelahnya, yaitu sebelum sperma berada di rahim wanita. Dalam kajian fiqih ada beberapa cara yang dilakukan untuk menolak wujudnya anak seperti memilih tidak menikah sama sekali, menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seksual setelah adanya pernikahan.
Dalam Islam juga ditegaskan bahwa menikah juga merupakan Sunnah Nabi Muhammad SAW, yang memiliki tujuan yang sangat luhur, untuk memiliki keturunan yang membuat bertambahnya umat Islam, nikah juga memiliki tujuan untuk menjaga diri seorang Muslim untuk tidak melakukan zina. Adapun pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam yakni pernikahan yaitu, akad yang sangat kuat atau mittsaqan ghalidzan untuk metaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dalam hukum fiqih, childfree menolak wujudnya anak sebelum sperma berada di rahim wanita, baik dengan cara:
- Tidak menikah sama sekali;
- Menahan diri tidak bersetubuh setelah pernikahan;
- Tidak inzâl atau tidak menumpahkan sperma di dalam rahim setelah memasukkan penis ke vagina
- Dan dengan cara ‘azl atau menumpahkan sperma di luar vagina.
Dari keempat hal tersebut, Imam al-Ghazali menjelaskan hukum ‘azl adalah boleh, tidak sampai makruh apalagi haram, sama dengan tiga kasus pertama yang sama-sama sekadar tarkul afdhal atau sekadar meninggalkan keutamaan. Sehingga apabila seseorang berkehendak childfree dengan maksud menolak anak sebelum potensial wujud, yaitu sebelum sperma berada di rahim wanita, maka hukumnya adalah boleh. Sedangkan childfree yang dilakukan dengan menunda atau mengurangi kehamilan maka itu dimakruh.
Islam menempatkan manusia pada posisi yang sama tidak membedakan warna kulit, jenis kelamin, ras, keturunan, dan lain sebagainya. Islam pula yang mengajarkan pentingnya penghormatan dan penghargaan terhadap sesama manusia. Hak asasi bersifat fundamental dan mendasar hal ini sejalan dengan ajaran islam yaitu konsep tauhid bahwa semua manusia nilainya setara di hadapan Tuhan yang membedakan hanyalah derajat ketaqwaannya saja. Dalam Islam konsep hak asasi manusia dibagi menjadi dua macam dilihat dari kategori hūququl ibād. Pertama, Hak Asasi Manusia yang keberadaannya dapat dilakukan oleh suatu negara. Kedua, HAM yang keberadaannya tidak secara langsung dapat dilakukan oleh suatu negara. Adapun yang pertama dapat disebut sebagai hak legal, dan yang kedua disebut dengan hak moral.
Oleh karena HAM berasal dari Tuhan maka perlindungan atas manusia merupakan tanggung jawab manusia terhadap Tuhan. Agama Islam menempatkan manusia pada posisi kemuliaan yang sangat tinggi, hal ini untuk melindungi jiwa manusia dari ancaman sesamanya. Adanya perbedaan pendapat antara ajaran Islam dan HAM menghasilkan titik temu dimana HAM dan Islam bersama-sama mengajarkan kebaikan kepada seluruh umat manusia tanpa bertentangan dengan nilai-nilai universal lainnya.
()