Payung hukum terhadap pekerja rumah tangga (PRT) telah 19 tahun sejak 2004 diusulkan dalam prolegnas hingga saat ini belum kunjung disahkan. Kabar baiknya, Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) telah resmi menjadi usul inisiatif DPR RI pada tanggal 21 Maret 2023. UU PPRT ditujukan untuk memberikan perlindungan bagi pekerja rumah tangga maupun pemberi juga, termasuk pula untuk meningkatkan kualitas hidup dan sosial bagi pekerja rumah tangga itu sendiri.
Menanggapi Isu hukum tersebut, @advokatkonstitusi menyelenggarakan Webinar Hukum dengan tema “Menakar Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga di Indonesia” pada Selasa, 15 Agustus 2023 melalui media zoom meeting. Webinar ini, menghadrikan narasumber yaitu Willy Aditya (anggota DPR RI / Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI), Eva Kusuma Sundari (koordinator Koalisi Sipil untuk UU PPRT), Alip Dian Pratama (Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya), dan Ajeng Astuti (perwakilan Jaringan Nasional Advokasi PRT).
Kegiatan webinar ini dihadiri 239 peserta yang berasal dari kalangan birokrat, praktisi, mahasiswa dan masyarakat umum. Webinar ini dibuka oleh Muhammad Ridwan Jogi mewakili @Advokatkonstitusi yang menyampaikan bahwa, “Webinar yang membahas perlindungan Pekerja Rumah Tangga ini, merupakan respon dari @advokatkonstitusi akan nasib Pekerja Rumah Tangga yang mengalami ketidakadilan bahkan kekerasan fisik dan edukasi kepada masyarakat mengenai urgensi pengaturan hukum Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sekaligus mendorong RUU PPRT menjadi undang-undang.”
Alip Dian Pratama selaku Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya menyatakan bahwa “Indonesia merdeka, salah satu dasar perjuangannya adalah untuk memerdekakan manusia dari penjajahan, maka tentu kita menginginkan kehidupan yang lebih baik bukan hanya dari segi perbaikan kehidupan aspek ekonomi tapi juga dari sosial budaya. Maka dari itu, menjadi salah satu isu fundamental ketika kita berbicara tentang PRT, karena pekerja rumah tangga itu sering menghadapi resiko pelanggaran HAM.”
“Urgensi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga di Indonesia yaitu dikarenakan 7 hal. Pertama, Perlindungan Hak Asasi Manusia, pekerja rumah tangga sering kali menghadapi risiko pelanggaran hak asasi manusia, termasuk eksploitasi, pelecehan, dan perlakuan tidak manusiawi. Kedua, ketidaksetaraan dan diskriminasi. Ketiga, standar internasional. Keempat, perkembangan sosial dan ekonomi. Kelima, kasus pelanggaran hak pekerja rumah tangga. Keenam, tuntutan dan kampanye masyarakat sipil. Ketujuh, Modernisasi hukum ketenagakerjaan.” ungkap Alip.
Eva Kusuma Sundari selaku Koordinator Koalisi Sipil untuk UU PRT, menjelaskan terdapat berbagai kasus kekerasan yang diterima Pekerja Rumah Tangga yang olehnya perlu diatur perlindungan Pekerja Rumah Tangga dalam sistem hukum di Indoensia.
“Terdapat alasan-alasan hukum dan alasan sosiologis, dasar mengapa kemudian pada tahun 2004 teman-teman JALA PRT dan beberapa Serikat PRT mengajukan RUU ini ke DPR. Dari tahun 2004 sampai tahun 2019 RUU PRT ini tidak pernah disahkan karena ada kebingungan terhadap induknya atau mau diangkat oleh komisi berapa. Namun, pada pada periode DPR 2019, RUU PRT ini diproses sehingga induk dari RUU PPRT ini adalah komisi alat kelengkapan, yang kemudian berhasil menjadi RUU inisiatif oleh DPR RI pada 21 Maret 2023. RUU PRT kali ini, terdapat hambatan mengenai komitmen politik dari pimpinan DPR yang tidak menindakanjuti dan membahas RUU PPRT. Padahal sudah 19 tahun, mengapa RUU PPRT ini tak kunjung disahkan padahal sudah ada studi sosiologis, studi hukum dan studi filosofis semuanya mengarah pada hal yang sama yaitu disahkannya RUU PRT ini.” ujar Eva.
Eva juga menyampaikan bahwa teman-teman PRT melakukan upaya mogok makan sejak hari Senin 14 Agustus 2023, terhitung telah dua hari dan mengundang semua pihak untuk bisa bersolidaritas dengan berbagai bentuk dengan misalnya berpuasa dan memviralkannya di sosial media. Hal ini sebagai dukungan untuk pengesahan undang-undang pada momentum 78 tahun memperingati kemerdekaan RI, berhadapan dengan isu yang ironis.
Willy Aditya selaku Wakil Ketua Badan legislatif DPR RI, menjelaskan bagaimana proses RUU PRT yang masih ada semacam keengenan untuk dibahas di internal DPR hingga akhirnya dapat diperjuangkan sebagai RUU usul inisiatif DPR RI.
“Untuk undang-undang ini dibuat dengan 2 cluster yang pertama adalah cluster pendekatan sosiokultural yang pendekatan yang sifatnya direktur secara tidak langsung melalui penyalur jadi yang direktur, secara langsung, ada orang membawa orang lain atau keluarga menjadi PRT, itu belum bisa kita lakukan proses profesionalitas, sehingga dalam hal itu kita baru meletakkan basisnya adalah kemanusiaan. Kemudian yang kedua, dalam hal itu basisnya yayasan atau penyalur. Perlunya pengawasan dari pihak pemerintah mengenai kesepakatan kerja mulai dari jam kerja, jenis kerja, upah kerja, itu bisa dibuat. Proses yang kita lakukan untuk undang-undang ini sebenarnya ini sudah langsung dekat, karena kami dari dengan tim pemerintah yang diketuai oleh Prof. Eddy selaku Wakil Kemenkumham sudah lama membahas secara bersama-sama. Maka teman-teman media kita dorong bersama-sama, undang-undang ini sebagai sebuah ikhtiar yang bertumbuh berkembang bagaimana menghapuskan perbudakan modern dan eksploitasi.” ungkap Willy.
Ajeng Astuti perwakilan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga menjelaskan mengenai pengalamannya sebagai PRT dan aktif berorganisasi. Banyak kasus yang tidak menyenangkan bagi kami saat bekerja sebagai PRT, hal ini lah yang kami harapkan supaya ada perlindungan hukum dari pemerintah akan nasib PRT. “Berawal dari tahun 2014 saya mengenal organisasi dan bergabung di serikat serta merekrut kawan-kawan sesama PRT untuk mengajak kawan-kawan untuk sadar berorganisasi dengan manfaatnya apabila mendapatkan permasalahan hukum akan memahami dalam menghadapi permasalahan hukum itu sendiri.” pungkas Ajeng
Dalam sesi tanya jawab, terdapat pertanyaan yang diajukan Yetniwati selaku peserta mengenai perlindungan dari pemerintah bagi pekerja rumah tangga. “Bagaimana pemerintah untuk memberikan perlindungan dalam hal ini pengawasan terhadap pekerja di sektor informal seperti Pekerja Rumah Tangga. Padahal, pemerintah saat ini melalui Dinas Ketenagakerjaan dan lembaga lainnya masih kewalahan mengawasi pekerja di sektor formal.” ungkap Yetni.
Selanjutnya, Erri Tjakra selaku peserta menyampaikan pertanyaan mengenai belum secara detail diatur waktu kerja bagi Pekerja Rumah Tangga dalam RUU PPRT. “Dalam RUU PPRT belum diatur secara detail mengenai waktu kerja, yang hanya diatur berdasarkan kesepakatan. Padahal sebagai contoh pekerja magang ataupun pekerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan juncto UU Cipta Kerja diatur secara tegas waktu kerja. Mohon ini ditinjau kembali dan diatur, supaya terdapat kepastian.” tanya Erri. ()