Oleh: Novi Huriyani
Penggantian Hakim Konstitusi dari lembaga DPR menuai polemik. Diketahui, DPR telah menyetujui dan mengesahkan pergantian Hakim MK Aswanto dari jabatannya dalam rapat paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/9/2022). DPR mengesahkan Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi menggantikan Aswanto. Pengesahan itu dilakukan secara tiba-tiba karena tidak masuk ke dalam agenda rapat paripurna DPR pada Kamis.
“Perkenankan kami menanyakan pada sidang dewan terhormat, apakah persetujuan untuk tidak akan memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi yang berasal dari usulan DPR atas nama Aswanto dan menunjuk Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi yang berasal dari DPR tersebut, apakah dapat disetujui?” tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat memimpin jalannya sidang rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
“Setuju,” jawab para para anggota dewan diiringi ketukan palu.
Pengesahan terhadap Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi telah dibahas oleh internal Komisi III DPR pada Rabu (28/9/2022). Komisi III DPR memutuskan tidak memperpanjang masa jabatan hakim MK Aswanto.
“Adapun keputusan Komisi III DPR itu adalah sebagai berikut. Tidak akan memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi yang berasal dari usulan lembaga DPR atas nama Aswanto dan menunjuk Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi yang berasal dari DPR,” jelas Dasco.
Namun, anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman menjelaskan pergantian Aswanto karena ada surat dari Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam surat tersebut, dikonfirmasi dua dari tiga Hakim Konstitusi dari DPR tetap, hanya Aswanto diganti dengan Guntur Hamzah.
“Tentu MK menamakannya tindakan hukum dengan mengirimkan surat konfirmasi ke DPR,” kata Habiburokhman.
Komisi III DPR telah berkomunikasi dengan Mahkamah Konstitusi. Bahwa memang ada pergantian Hakim Konstitusi. Akhirnya Komisi III DPR menggelar rapat untuk membahas pergantian ini.
“Memang ada dialog, kan pada akhirnya diputuskan, itu akhirnya menjadi keputusan,” kata Habiburokhman.
Dalam pembacaan keputusan di rapat paripurna DPR, Kamis (29/9), Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan, Komisi III DPR telah menggelar rapat internal pada 29 September meminta kesediaan Guntur menjadi Hakim Konstitusi dan keputusannya langsung dibahas di rapat konsultasi pengganti badan musyawarah pimpinan DPR. Hasilnya langsung dibawa ke rapat paripurna yang digelar di hari yang sama.
Hasil keputusan di Komisi III DPR, lima fraksi setuju, satu fraksi setuju dengan catatan, satu fraksi menolak dan dua fraksi tidak hadir.
Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman menuding ada upaya melemahkan Mahkamah Konstitusi. Ia menyebut hakim yang melawan rezim sengaja diganti tanpa melalui proses hukum yang benar.
“Menurut teori politik paling anyer, salah satu kiat rezim otoriter mempertahankan kekuasaannya ialah memperlemah Mahkamah Konstitusi (MK). Hakim-hakim konstitusi yang melawan kehendak rezim dicopot tanpa due process of law. Ini dialami Hakim MK Prof Aswanto hari ini di DPR.#Liberte#” tulis Benny dalam Twitternya dilihat pada Jumat (30/9)
Tak hanya kritik dari beberapa DPR saja mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie pun turut angkat bicara perihal DPR yang tiba-tiba mencopot Aswanto dari jabatan Hakim MK. Menurut Jimly, langkah DPR tidak memiliki dasar dan prosedur yang benar. Hal ini mengingat DPR tidak berwenang memecat hakim. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengkritisi keputusan DPR yang secara tiba-tiba mencopot Aswanto dari jabatan wakil ketua MK lalu mengganti dengan Sekjen MK Guntur Hamzah.
Ia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak hasil rapat paripurna DPR tersebut.
“Presiden harus tegas. Jangan tindak lanjuti karena tidak benar mekanismenya. Kalau langkah ini dibenarkan, DPR berhak memecat hakim konstitusi kapanpun dia mau, nanti MA (Mahkamah Agung) juga akan memecat hakim konstitusi. Presiden juga akan melakukan hal yang sama. Ini tidak bisa dibiarkan,” kata Jimly seperti dikutip dari Kompas.id, Jumat (30/9/2022).
“Ini jelas pemecatan hakim oleh DPR tanpa dasar dan prosedur yang benar,” ujar Jimly kepada wartawan, Jumat (30/9/2022).
Namun, bagaimanakah UU MK mengatur masa jabatan Hakim MK?
Dalam UU Mahkamah Konstitusi yang lama, jabatan Hakim MK hanya 5 (lima) tahun. Sementara, dalam Pasal 87 huruf b UU MK, jabatan hakim MK selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun. Jadi berpacu pada UU MK terbaru masa jabatan Aswanto seharusnya akan berakhir pada Maret 2029.
Menurut Jimly, pemberhentian Aswanto oleh DPR itu melanggar undang-undang karena yang bersangkutan baru memasuki masa purna tugas pada 2029 mendatang.
Sama saja DPR memberhentikan hakim MK dan memilih penggantinya di luar prosedur undang-undang mengingat jabatan Aswanto sebagai hakim baru akan berakhir 2029. DPR tidak punya wewenang memberhentikan. Tidak boleh.”
“Yang kedua, DPR tak berwenang memilih hakim baru karena tidak ada kekosongan. Ini tindakan sewenang-wenang. Kalau dibiarkan, hal ini bisa menghancurkan peradilan, independence of judiciary dihancurkan,” katanya.
Selain itu, ia juga meminta DPR untuk mengklarifikasi langkah memecat hakim konstitusi dan memilih yang baru tanpa dasar.
Sebab itu dapat dinilai sebagai langkah untuk merusak MK ditengah kondisi peradilan yang sedang menjadi sorotan.
“Dunia hukum makin hancur. Kalau hukum tidak berfungsi dengan benar, demokrasi tidak akan jalan, dengan berkualitas dan berintegritas,” ujarnya.
Lalu apa yang mendasari DPR memutuskan pencopotan terhadap Aswanto?
Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto menerangkan mengenai ihwal keputusan mencopot hakim Aswanto dan menggantikan Guntur Hamzah sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) . Dia menyebut, pergantian itu dilakukan sebagai evaluasi atas kinerja dari Aswanto.
“Tentu (kinerjanya) mengecewakan dong,” kata pria yang akrab disapa Bambang Pacul, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Dia pun turut menyinggung sikap hakim Aswanto yang kerap kali menganulir produk-produk hukum yang dibuat parlemen. Padahal kata dia, Aswanto terpilih sebagai hakim MK pun atas dasar pengajuan dari DPR itu sendiri.
“Kalau kamu usulkan seseorang untuk jadi direksi di perusahaanmu, kamu sebagai owner, itu mewakili owner. Kemudian kebijakanmu enggak sesuai dengan direksi, owner-nya gimana? Gitu loh. Kan kita dibikin susah,” ujarnya.
Kendati demikian, politikus PDIP itu mengelak jika disebutkan DPR kecewa atas sikap hakim Aswanto tersebut. Akan tetapi, dia mengingatkan soal komitmen.
“Dasarnya Anda tidak komitmen, gitu loh. Enggak komit dengan kita, ya mohon maaf lah ketika kita punya hak,” pungkasnya.
()