Sebagai seorang mahasiswa hukum sudah tentu mengetahui bahwa tidak ada definisi yang ajeg dari hukum karena banyaknya sudut pandang dari para ahli untuk mendefinisikan hukum itu sendiri. Salah Satu definisi hukum yang sering kita jumpai adalah Hukum sebagai suatu kaidah yang mana kaidah tersebut bisa diartikan sebagai suatu pedoman perilaku manusia baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Karena itu, sebagai suatu kaidah, hukum bersifat normatif dan memaksa setiap orang untuk mematuhinya.
Hans Kelsen melihat suatu kaidah bukan hanya sebagai sebagai informasi atau pedoman saja melainkan sebagai suatu kaidah yang berisi suatu perintah, larangan atau kebolehan. Pada paragraf selanjutnya penulis akan menjelaskan satu per satu definisi berikut contoh dari isi kaidah hukum ini.
Pertama adalah Perintah yang dalam Bahasa Belanda disebut Gebod yang memiliki arti kaidah sebagai perintah untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh dalam pasal 45 ayat (1) UU Perkawinan yang memerintahkan orang tua untuk memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya.
Kedua adalah Larangan yang dalam Bahasa Belanda disebut Verbod yang memiliki arti kaidah yang berisi larangan untuk melakukan sesuatu . Sebagai contoh dalam pasal 8 UU Perkawinan yang melarang perkawinan antara 2 orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau ke atas.
Ketiga adalah Kebolehan yang dalam Bahasa Belanda disebut Mogen yang memiliki arti kaidah yang berisi kebolehan. Maksudnya adalah boleh dilakukan atau boleh juga tidak dilakukan. Sebagai contoh dalam pasal 29 UU Perkawinan yang membolehkan pasangan suami-istri boleh melakukan perjanjian tertulis asalkan tidak melanggar batas-batas hukum agama dan kesusilaan.
Hukum Islam
Hukum dalam islam didefinisikan sebagai firman Tuhan yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf baik berupa tuntutan, pilihan, dan tatacara pelaksanaannya. Dalam Islam dikenal dengan istilah fiqih. Prof. Wahbah Al Zuhaili dalam kitabnya “fiqih islam wa adillatuhu “mendefinisikan fiqih sebagai ilmu yang mempelajari hukum-hukum syara yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
Dengan begitu fiqih memiliki dua makna yaitu; pertama sebagai ilmu hukum yang mempelajari norma-norma syariah yang berkaitan dengan perbuatan manusia, kedua; sebagai hukum yang merupakan norma atau pedoman yang mengatur tingkah laku manusia.
Fiqih sebagai suatu kaidah sudah tentu memiliki tuntutan bagi manusia seperti halnya di dalam hukum positif. Namun pertanyaannya apakah tuntutan tersebut sifatnya sama atau berbeda? penulis akan coba jelaskan satu persatu.
Pertama adalah fardhu yang memiliki arti perintah untuk melakukan sesuatu yang mana perintah tersebut merupakan perintah yang pasti berdasarkan dalil yang kuat yang tidak ada kesamarannya lagi. Sebagai contoh adalah melaksanakan rukun islam. Kedua adalah wajib yang memiliki makna yang sama dengan fardhu akan tetapi ini diambil dari dalil yang zhanni (yang masih ada kesamarannya) sebagai contoh shalat dua hari raya.
Ketiga adalah haram yang memiliki arti larangan untuk melakukan sesuatu yang mana larangan tersebut merupakan larangan yang pasti berdasarkan dalil yang kuat yang tidak ada kesamarannya lagi. Sebagai Contoh pengharaman zina dan mencuri. Keempat adalah Makruh Tahrim, larangan untuk melakukan sesuatu dengan larangan yang tidak jelas dan pasti berdasarkan dalil zhanni. Contohnya seperti bertunangan dengan tunangan orang lain
Kelima adalah mandub yaitu perintah untuk melakukan sesuatu tetapi perintah itu bukan perintah yang pasti,contohnya seperti mencatat hutang. Keenam adalah mubah yang memiliki makna tuntutan yang membolehkan seseorang untuk memilih antara melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan. Sebagai contoh memberikan hadiah kepada teman.
Berdasarkan penjelasan diatas tuntutan dalam hukum islam dengan hukum positif memiliki tuntutan yang sama yaitu pada perintah, larangan, pilihan. Hukum islam memiliki tuntutan yang banyak daripada hukum positif karena dalam hukum islam memiliki akibat hukum dengan dimensi duniawi dan ukhrowi. Sedangkan dalam hukum positif hanya dimensi duniawi saja. ()