Pergeseran Paradigma Pada Pasal Pidana Mati KUHP baru dan KUHP lama

Oleh: Novi Huriyani

Pidana mati merupakan jenis sanksi pidana tertua sepanjang sejarah sekaligus merupakan sanksi pidana paling kontroversial di semua negara di dunia baik penganut sistem hukum anglo saxon ataupun civil law system. Sedangkan di Indonesia pidana mati berlaku sejak 1 Januari 1918 yang diberlakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda berdasarkan asas konkordansi. Pidana Mati ini kemudian dinasionalisasikan dengan dituangkannya dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, yang digolongkan ke dalam jenis sanksi pidana pokok.

Dalam Bahasa Belanda, pidana mati dikenal dengan doodstraf merupakan sebuah praktik yang dilakukan suatu negara untuk membunuh seseorang sebagai bentuk hukuman atas kejahatan yang telah dilakukan. Hal ini tentunya sejalan dengan tujuan pembalasan (vergelding-theorie) dalam perkara pidana sebagaimana dikatakan oleh Immanuel Kant bahwa hukum adalah suatu pembalasan yang berdasar atas pepatah kuno “Siapa membunuh harus dibunuh“.

Namun terdapat pergeseran paradigma dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama dan KUHP baru terlihat dari sejumlah pasal-pasalnya. Salah satunya soal pengaturan hukuman mati yang berbeda pengaturannya sebagaimana tertuang dalam Wetboek van Strafrecht alias KUHP sebelumnya yang berlaku selama ini.