MENGENAL ARBITRASE SEBAGAI PENYELESAIAN PERKARA PERDATA

oleh : Fauzul Hadi Aria Langga

Internship Advokat Konstitusi

Penyelesaian permasalahan atau sengketa dalam ranah hukum perdata yang biasa kita ketahui ialah melalui pengadilan negeri. Namun, perlu diketahui bahwa untuk menyelesaikan perkara perdata itu bisa dua jalur, yaitu jalur litigasi dan jalur non-litigasi. Jalur litigasi merupakan penyelesaian melalui pengadilan. Sedangkan jalur non-litigasi adalah penyelesaian sengketa atau perkara diluar pengadilan.

Di Indonesia, jalur non-litigasi ada dua macam yaitu Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Hal ini sebagaimana yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU AAPS”). Lalu apa itu Arbitrase?

Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin) yang secara bahasa memiliki arti kekuasaan untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan bijaksana. Menurut Subekti, arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih. Dalam UU AAPS Pasal 1 ayat (1) juga menerangkan bahwa Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Dari pengertian tersebut dapat kita artikan bahwa arbitrase merupakan satu jalan tempuh penyelesaian perkara yang mana para pihak yang bersengketa akan melimpahkan perkaranya kepada pihak ketiga untuk memberikan putusan yang bijak terhadap permasalahan yang ada. Pihak ketiga dalam arbitrase disebut arbiter. Pada dasarnya penyelesaian sengketa melalui arbitrase ialah untuk menempuh jalan damai. Dan poin penting yang membedakan pengadilan umum dengan arbitrase ialah apabila jalur pengadilan menggunakan satu peradilan permanen atau disebut standing court, sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus untuk sengketa yang diajukan tersebut. Dalam arbitrase, arbiter bertindak sebagai hakim yang memutuskan perkara dan putusan tersebut mengikat terhadap kedua belah pihak yang bersengketa.

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat menggunakan lembaga nasional atau internasional, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 34 UU AAPS. Dan tentunya ini berdasarkan kesepakatan pihak yang berperkara. Di Indonesia ada beberapa lembaga arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjamin Indonesia (BAMPPI), dll.

Adapun tahap penyelesaian melalui jalur arbitrase yaitu tahap pemberitahuan kepada lembaga arbitrase atau bisa disebut pendaftaran. Pemberitahuan harus memuat 6 syarat khusus yang telah ditentukan dalam bunyi Pasal 8 ayat (2) UU AAPS, yaitu:

  1. nama dan alamat para pihak;
  2. penunjukan kepada klausul atau perjanjian arbitrase yang berlaku;
  3. perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;
  4. dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
  5. cara penyelesaian yang dikehendaki; dan
  6. perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.

Namun apabila para pihak memilih arbitrase setelah sengketa terjadi, maka persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa atau dalam bentuk akta notaris. Perjanjian tertulis tersebut disebutkan dalam Pasal 9 ayat (3)  UU AAPS yang harus memuat:

  1. masalah yang dipersengketakan;
  2. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
  3. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;
  4. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;
  5. nama lengkap sekretaris;
  6. jangka waktu penyelesaian sengketa;
  7. pernyataan kesediaan dari arbiter; dan
  8. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

Selanjutnya adalah tahapan memilih arbiter. Adapun untuk bisa menjadi arbiter haruslah memenuhi syarat yang disebutkan pada Pasal 12 ayat (1) yaitu:

  1. cakap melakukan tindakan hukum;
  2. berumur paling rendah 35 tahun;
  3. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;
  4. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan
  5. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.

Apabila dalam waktu 30 hari sejak pendaftaran para pihak tidak dapat menunjuk arbiter, maka lembaga arbitrase yang akan memilih arbiter paling lambat 14 hari. Setelah penunjukan arbiter maka akan melalui tahap pemeriksaan. Dan pemeriksaan dilaksanakan secara tertutup. Hal ini tertuang dalam pasal 27 UU AAPS yang berbunyi “semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup”.

Setelah melalui tahap pemeriksaan maka arbiter akan memilih menutup pemeriksaan dan menentukan hari pembacaan putusan. Pasal 57 UU AAPS menyatakan bahwa putusan diucapkan dalam 30 hari setelah pemeriksaan ditutup. Selanjutnya putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh arbiter akan diserahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri oleh arbiter atau kuasanya dalam waktu 30 hari setelah putusan diucapkan. Pasal 60 UU AAPS menyatakan bahwa “putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak”. Jadi tidak dapat diganggu gugat.

Sejatinya penyelesaian melalui jalur arbitrase hanya untuk perkara perdata saja, kecuali perkara yang tidak mungkin ditempuh secara jalan damai, hal ini tercantum dalam pasal 5 UU AAPS. Penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase maupun bukan tentunya memiliki sisi kurang dan lebihnya. Kelebihan dari arbitrase sendiri ialah prosedurnya yang tidak berbelit, bisa memilih arbiter sendiri, juga keputusan bersifat final. Kekurangan terletak pada apabila pihak yang tidak puas dengan putusan arbiter maka tidak dapat lagi mengajukan ulang (kasasi atau banding). Hal ini tergantung pihak yang berperkara ingin menyelesaikannya seperti apa. Dan arbitrase merupakan salah satu jalan tempuh untuk memutuskan sengketa. ()