Menilik Film Tegar: Bagaimana Hak Penyandang Disabilitas dalam Pemilu 2024?

Oleh: Rike Patmanasari

Film ini bercerita tentang seorang anak berkebutuhan khusus, bernama Satria Tegar Kayana, dia hidup bersama ibu dan kakeknya. Karena ketakutan sang ibu akan pandangan orang lain terhadap anaknya, Tegar dikurung dan tidak mendapatkan haknya sebagai anak untuk mengenyam pendidikan dan mempunyai teman selama 10 tahun. 

Pada ulang tahun yang ke-10 tahun, permintaanya untuk sekolah tidak dapat tercapai, karena kakeknya meninggal. Sementara ibunya sibuk bekerja. Pada saat ibu dan bibinya tidak sedang di rumah, ia kabur dari rumah dan bertemu dengan orang baik yang akhirnya Tegar bisa sekolah dan membuat ibunya sadar, menyayangi dan menghargai kehadiran Tegar.

 

Penyandang disabilitas

Penyandang Disabilitas menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas  adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Bagaimana Hak penyandang disabilitas yang harus dipenuhi negara?

Dalam konstitusi penyandang disabilitas juga memiliki hak yang sudah dijamin dalam Pasal 28 H ayat (2), Pasal 28 I ayat (1), (2), (4), dan (5) UUD NRI 1945.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi mengenai Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/UN CRPD) ke dalam UU Nomor 19 Tahun 2011. Konvensi tersebut membantu menyebarkan pandangan bahwa penyandang disabilitas adalah masyarakat yang setara dengan masyarakat lainnya.

Hak Persamaan dan Nondiskriminasi, Hak Aksesibilitas (kesamaan dan kesempatan yang setara terhadap fasilitas dan layanan publik.), Hak untuk Hidup, Hak Peningkatan Kesadaran, Hak Kebebasan dari Eksploitasi, Kekerasan, dan Pelecehan.

Jangkauan dalam peraturan UU mengenai Hak Penyandang Disabilitas meliputi Pemenuhan Kesamaan Kesempatan terhadap Penyandang Disabilitas dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat, Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas, termasuk penyediaan Aksesibilitas dan Akomodasi yang Layak. Adanya peraturan tersebut bertujuan untuk mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, serta bermartabat. Selain itu, pelaksanaan dan Pemenuhan hak juga ditujukan untuk melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak asasi manusia.

Latar belakang dari film Tegar yang tidak diizinkan sekolah oleh ibunya, dan dikurung. Apakah ada peraturan yang menjadi payung hukum bagi penyandang disabilitas untuk dapat mengenyam Pendidikan?

Dalam UU No.18 tahun 2016, Pasal 10 disebutkan   bahwa penyandang disabilitas berhak untuk mendapatkan layanan  pendidikan.  Hak  tersebut  meliputi  hak untuk mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu di semua  jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Dalam UU Nomor 18 tahun 2016 juga mengamanatkan kepada pemerintah  untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. 

Pendidikan inklusif  merupakan  sistem layanan  pendidikan yang  memberikan kesempatan bagi  penyandang difabel   untuk sekolah  umum dan di kelas reguler  bersama  teman seusianya. 

Dengan Pendidikan inklusi menunjukan adanya pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman, lebih jauh lagi dengan adanya Pendidikan inklusi semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk secara aktif mengembangkan potensi diri dalam lingkungannya, dan nantinya mereka akan terbiasa berinteraksi dan bersosialisasi.

Sebagai payung hukum pendidikan inklusi, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Surat Edaran Dirjen Mandikdasmen nomor 380 tanggal  20 Januari  2003 perihal pendidikan inklusif.  Selain itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri  (Permen)  Pendidikan  Nasional Nomor 70 tahun 2009 tentang   Pendidikan Inklusif  bagi Peserta Didik yang Memiliki  Kelainan  dan  Memiliki Potensi Kecerdasaan  dan atau   Bakat Istimewa.

Selain memiliki payung hukum untuk mengenyam Pendidikan secara inklusi, penyandang disabilitas juga memiliki hak dalam politik, terlebih di tengah gencarnya pemilu 2024, menjadi pertanyaan apakah penyandang disabilitas memiliki hak untuk memilih ataupun dipilih?

UUD 1945 menjamin hak setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 

Berpodaman pada UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, pasal 13 yang menyatakan bahwa Hak Politik bagi Penyandang Disabilitas. Pasal 75 ayat 1 Pemerintah dan Pemerintahan Daerah wajib Menjamin agar Penyandang Disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan Politik.

Adapun hak-hak politik penyandang disabilitas terdapat dalam Pasal 13 UU 8/2016, sebagai berikut:

Hak-Hak Politik Penyandang Disabilitas

  1. memilih dan dipilih dalam jabatan publik;
  2. menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan;
  3. memilih partai politik dan/atau individu yang menjadi peserta dalam pemilihan umum;
  4. membentuk, menjadi anggota, dan/atau pengurus organisasi masyarakat dan/atau partai politik;
  5. membentuk dan bergabung dalam organisasi Penyandang Disabilitas dan untuk mewakili Penyandang Disabilitas pada tingkat lokal, nasional, dan internasional;
  6. berperan serta secara aktif dalam sistem pemilihan umum pada semua tahap dan/atau bagian penyelenggaraannya;
  7. memperoleh Aksesibilitas pada sarana dan prasarana penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain; dan memperoleh pendidikan politik. 

Lalu, apakah dalam Pemilu 2024 penyandang disabilitas dapat menjadi CAPRES atau CAWAPRES?

Pada dasarnya penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama untuk dipilih dan memilih dalam Pemilu. Namun, untuk menjadi seorang presiden, berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 169 huruf e tentang Pemilihan Umum menyatakan harus mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

  ()