oleh: Sayyid Nurahaqis
Internship Advokat Konstitusi
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, Pancasila merupakan sebuah bagian dari pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sendiri adalah Grondslag (dasar negara) bangsa Indonesia yang hakikatnya sebagai ideologi negara dan falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apabila membahas tentang Islam dengan Pancasila, maka sepakat atau tidak bahwa secara logis dan analitis nilai-nilai agama Islam memiliki relevansi dengan Pancasila. Ini dapat dibuktikan dengan cara menganalisis secara komprehensif isi atau muatan dalam Pancasila, yang ternyata memiliki persamaan nilai-nilai ajaran atau syariat Islam yang ada dalam kitab suci agama Islam yaitu, Al-Quran.
Secara De Jure and De Facto, lahirnya Pancasila adalah Tanggal 18 Agustus 1945, bukan 1 Juni 1945. Tanggal 1 Juni 1945 adalah gagasan rumusan dasar negara yang dikemukakan oleh Soekarno pada sidang BPUPKI, selain Soekarno tokoh yang ikut menggagas rumusan dasar negara Indonesia pada sidang BPUPKI adalah Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H dan Prof. Mr. Dr. Soepomo. Namun sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah Panitia Sembilan oleh BPUPKI.
Dibentuknya Panitia Sembilan guna untuk menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia. Sesudah melakukan perundingan yang cukup alot maka pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai “Piagam Jakarta”.
Terhitung tanggal 22 Juni 1945 sampai dengan 17 Agustus 1945 dasar negara Indonesia menggunakan Piagam Jakarta, rumusan sila-sila yang ada dalam Piagam Jakarta adalah sila-sila Pancasila yang ada saat ini. Yang membedakan Piagam Jakarta dengan Pancasila terletak pada sila pertama Piagam Jakarta.
Kala itu, Panitia Sembilan menyepakati rumusan Sila pertama Piagam Jakarta yang berbunyi, “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dari sila pertama Piagam Jakarta ini membuktikan bahwa Founding Father Panitia Sembilan ketika itu memungkinkan telah meratifikasi atau mengadopsi nilai-nilai syariat agama islam dalam perumusan dasar negara Indonesia.
Namun, setelah pembacaaan Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 Piagam Jakarta mengalami perubahan dalam sila pertamanya. Alasannya, golongan Protestan dan Katolik Indonesia merasa keberatan terhadap sila pertama tersebut. Dan akhirnya, pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersepakat untuk mengganti sila Piagam Jakarta dengan bunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Nilai Islam Dalam Pancasila
Bukti nyata dari nilai syariat Islam dalam Pancasila dapat dilihat mulai dari sila pertama Pancasila, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam ajaran agama islam terdapat yang namanya konsep Tauhid, konsep Tauhid adalah konsep yang menyatakan keesaan Tuhan, bahwa Tuhan itu esa (satu). Tuhan yang dimaksud dalam konsep Tauhid, yaitu Allah. Dalil atau dasar dari konsep Tauhid ini tercantum dalam Al-Quran surat Al-Ikhlas Ayat 1, yang terjemahan berbunyi “Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa”.
Tidak hanya dalam sila pertama Pancasila, melainkan sila-sila Pancasila lainnya juga memiliki relevansi dari nilai ajaran Islam. Setelah sila pertama kemudian sila kedua yang bunyinya, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Isi makna dari sila kedua ini tidak jauh berbeda dari surat yang ada dalam Al-Quran, yaitu An-Nisa Ayat 135 yang terjemahan berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman. Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu-bapak dan kaum kerabatmu”. Dari tafsir surat ini memiliki inti yang hampir sama dari makna sila kedua Pancasila yang membicarakan tentang keadilan. Tidak hanya surat An-Nisa Ayat 135, dalam Al-Quran juga masih ada surat-surat yang membicarakan tentang keadilan semisalnya, surat An-Nahl ayat 90.
“Persatuan Indonesia”, adalah bunyi dari sila ketiga Pancasila. Indonesia dikenal dengan beragam suku, budaya, ras, dan agama. Persatuan tersebut bertujuan sebagai pilar untuk melindungi seluruh masyarakat dari peperangan dan perpecahan akibat tidak keberagaman, inilah membuktikan bahwa Pancasila sebagai falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila ini memiliki kesamaan makna dari surat yang ada di Al-Quran, yaitu surat Al-Hujurat Ayat 13 menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Nabi Adam as) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya mereka saling mengenal dan tolong menolong.
Kemudian selanjutnya sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”. Terdapat beragam tafsir atau makna dari sila keempat tersebut, semisalnya kedaulatan negara ada di tangan rakyat, demokrasi, dan musyawarah atau mufakat. Bila ditelaah dari prinsip musyawarah, maka sila ini memiliki relevansi dengan surat Ali ‘Imran Ayat 159, surat ini berpesan bahwa segala persoalan-persoalan tertentu lebih baik haruslah di memusyawarahkan.
Dan sila terakhir Pancasila, yaitu sila kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Dalam sila kelima ini menekankan prinsip justice and equality bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam ajaran islam prinsip justice and equality tercantum dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 90, yang terjemahan bunyinya, “Sesungguhnya Allah menyuruh (manusia) berlaku adil dan berbuat kebaikan, memberi (sedekah) kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu (manusia), agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Dengan demikian secara aspek filosofis maka dapat dibenarkan bahwa Pancasila memiliki kandungan nilai-nilai syariat islam berdasarkan atas kitab sucinya, yakni Al-Quran. Selain itu dibenarkan juga secara logisnya bahwa agama islam sudah lahir amat sejak lama ketimbang Indonesia dan Pancasila, maka dapat dikatakan ketika dalam perumusan sila-sila Pancasila Founding Father bangsa Indonesia memungkin meratifikasi syariat islam untuk Pancasila.
Itulah beberapa rangkuman relevansi nilai-nilai syariat Islam dengan Pancasila, silahkan sepakat atau tidak terhadap pembahasan ini. Tetapi, ini adalah pembahasan berdasarkan dalil Al-Quran, logis, aspek filosofis, aspek historis dan fakta analisis hukum. ()