oleh : Fauzul Hadi Aria Langga
(Internship Advokat Konstitusi)
SEJARAH HAM
Hak asasi manusia (HAM) merupakan satu keistimewaan bagi manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa agar manusia dapat berdaulat dengan sendirinya. Hak asasi manusia sejatinya sudah tertanam sejak manusia itu lahir di dunia, bahkan jika ditelaah lebih dalam lagi semenjak dalam kandungan pun sudah memiliki hak asasi manusia. HAM dinilai sangat penting bagi kehidupan manusia karena dengannya manusia terjaga dan juga dihargai. Secara tidak langsung HAM merupakan penjaga bagi diri manusia itu sendiri.
Menurut John Locke dalam jurnal Reko Dwi Salfutra (2018), bahwa jika dilihat dari sudut pandang negatif, maka munculnya HAM seperti berniat menghalau campur tangan (intervensi) yang tidak diinginkan terhadap kehidupan pribadi. Sedangkan dalam sudut pandang positif, menurut JJ. Rousseau, bahwa seperti adanya hak setiap orang untuk ikut secara aktif menentukan arah perkembangan dan pembangunan masyarakat, misalkan saja hak untuk berserikat dan mengemukakan pendapat baik secara lisan maupun melalui tulisan. Meskipun HAM sudah ada sejak manusia itu dilahirkan, namun dalam perkembangannya HAM baru ditetapkan secara konstitusi sejak berakhirnya perang dunia kedua yaitu ditandai dengan adanya lembaga PBB. Bermula dari terbentuknya PBB hingga di konversikan dalam hukum positif setiap negara. Traumatis dari perang dunia menyadarkan banyak orang akan pentingnya menghargai kedaulatan hak seseorang, makanya muncullah ketentuan HAM yang diperkuat dalam aturan (hukum) yang ada.
HUBUNGAN HAM DENGAN HUKUM DAN IMPLEMENTASI DI INDONESIA
HAM dan hukum keduanya tidak dapat dipisahkan, karena saling keterkaitan. HAM memerlukan hukum sebagai penguat akan keberadaannya serta diakui secara masif. Sedangkan hukum juga memerlukan HAM agar dalam penyusunannya tidak memakan hak orang lain atau ada hak manusia lain yang ditentangnya.
Seperti yang kita ketahui bahwa HAM merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia yang tidak boleh diganggu gugat oleh manusia yang lain keberadaannya. Akan tetapi HAM ini tidak boleh dibiarkan liar begitu saja, harus tetap ada batasan-batasan yang diatur sesuai dengan norma yang berlaku di suatu negara atau wilayah. Sehingga, segala sesuatu itu haruslah dibentuk melalui hukum dan dilindungi dengan hukum. Muncul pertanyaan mengapa hal ini harus dan perlu? Sesuai dengan konstitusi kita UUD 1945 dalam pasal 28J ayat (2) yang berbunyi bahwa “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
Agar HAM ini dapat dijalankan dengan saksama dan rukun juga selaras dengan norma, diperlukanlah batasan-batasan yang mengaturnya agar tidak ada tumpang tindih keberadaanya. Batasan diperlukan agar selaras dalam kehidupan sesama masyarakat. Sebagaimana turunan dari konstitusi mengenai HAM telah diatur pasca reformasi dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Pada pasal 73 mengatur mengatur mengenai pembatasan HAM dengan maksud menjaga HAM orang lain dan ketertiban umum. Adapun bunyi pasalnya adalah “Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa”.
HAM yang dapat dikurangi adalah akibat dari perilaku si manusia itu sendiri yang telah melanggar aturan atau norma yang telah mengaturnya. Sehingga, bentuk dari sanksi yang didapatkan akibat melanggar tersebut adalah dikurangi HAM si manusia itu sendiri. Sebagaimana salah satu contoh yaitu aturan memakai masker saat pandemi. Memakai masker saat pandemi merupakan aturan wajib bagi masyarakat Indonesia bahkan banyak negara luar juga menerapkan hal demikian. Memakai masker ini sudah merampas hak individu untuk leluasa menghirup udara segar. Akan tetapi, dikarenakan untuk kemaslahatan bersama dan ketertiban diwajibkan untuk memakai masker ini. Selain menjaga ketertiban umum juga untuk melindungi orang lain, dengan demikian anjuran memakai masker merupakan salah satu hak individu atau HAM yang bisa dilanggar. Karena anjurannya berdasar dan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Aturan lain selama pandemi ialah mengenai pembatasan gerak sosial atau physical distancing. Masyarakat dianjurkan untuk membatasi gerak sosialnya sebagai upaya memberantas Covid-19. Pembatasan ruang gerak seseorang juga merupakan pembatasan terhadap hak individu sebagaimana yang tercantum dalam konstitusi, yaitu kebebasan berkumpul. Akan tetapi hal tersebut tidak semata-mata melanggar hukum yang ada, karena adanya ketentuan tersebut guna melindungi kepentingan umum.
Selanjutnya dalam pasal 74 menjelaskan lebih lanjut yang bunyinya “Tidak satu ketentuan pun dalam Undang-undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-undang ini’. Dari bunyi pasal 73 dan 74 dapat disimpulkan bahwa HAM itu bisa dikurangi dengan maksud dan tujuan yang mengarah pada kepentingan bersama. Sebagaimana yang kita alami selama pandemi ini. Lain daripada itu HAM juga tidak sembarang orang boleh membatasi nya, siapapun itu baik pemerintah sekalipun. HAM baru boleh dikurangi apabila orang yang bersangkutan mendapatkan sanksi dari apa yang telah diperbuatnya.
Jadi, di Indonesia telah mengatur sedemikian rupa mengenai perlindungan HAM itu sendiri. Serta pembatasannya juga yang dibalut dengan hukum pun telah tercantum jelas. Sehingga keberadaan aturan yang telah ditetapkan menjadi acuan bagi setiap warga negara untuk saling menghormati kedaulatan yang ada pada diri masing-masing dan orang lain. Meskipun saat pandemi sedikit tidaknya hak-hak individu dibatasi, akan tetapi pembatasan tersebut tidaklah melanggar ketentuan HAM yang ada, karena guna kepentingan umum dan menjaga diri sendiri serta orang lain. ()