Oleh: Ridwan Jogi
Indonesia berduka, pada hari Senin (21/11/2022) terjadi gempa bumi yang berpusat di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Gempa tersebut berkekuatan 5,6 skala richter dan terdapat 125 gempa susulan yang terjadi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban jiwa akibat Gempa Cianjur hingga saat ini mencapai 162 orang. Selain itu, 25 orang tercatat masih tertimbun reruntuhan bangunan dan 326 orang lainnya luka-luka. Warga mengungsi dilaporkan sebanyak 13.784 orang yang tersebar di beberapa titik. Selain itu, BNPB juga mencatat Gempa Cianjur mengakibatkan kerusakan infrastruktur. Tercatat sebanyak 2.345 rumah rusak, 1 unit pondok pesantren rusak berat, 1 RSUD Cianjur rusak ringan, 8 unit gedung pemerintah rusak, 10 unit sarana pendidikan rusak, dan 3 unit sarana ibadah rusak.
Berdasarkan UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
Bencana dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Bencana alam; 2) Bencana non alam; 3) Bencana sosial. Gempa bumi yang terjadi di Cianjur merupakan salah satu contoh dari bencana alam.
Bencana yang terjadi seperti gempa bumi menimbulkan kerugian bagi banyak orang, baik korban jiwa, luka-luka, rusaknya rumah dan sebagainya. Kondisi ini menyebabkan masyarakat memerlukan bantuan untuk dapat menjalani kehidupan.
Dalam, pembukaan UUD NRI tahun 1945 telah dimuat secara lugas bahwa, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia …….”, Ketentuan dasar tersebut dapat dimaknai bahwa “merupakan kewajiban negara” dan “tugas pemerintah” untuk melindungi seluruh penduduk Indonesia dalam melanjutkan hidup dan untuk kebahagiaan seluruh rakyat.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2007.
Penanggulangan bencana ini dapat dilakukan pemerintah pusat dan daerah setidaknya melalui upaya menyediakan tempat pengungsian, makan/minum dan obatan, pengobatan bagi korban hingga program pembangunan kembali fasilitas dan rumah masyarakat yang terdampak akibat bencana.
Pemerintah dalam menetapkan suatu tingkat bencana nasional dan daerah memiliki indikator sebagai berikut:
- jumlah korban;
- kerugian harta benda;
- kerusakan prasarana dan sarana;
- cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
- dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Namun, indikator tersebut tidak memiliki penjelasan lebih rinci perihal angka minimal yang harus dipenuhi dalam menentukan status bencana nasional. Pada praktiknya dalam penetapan suatu bencana sebagai bencana nasional lebih utama melihat berfungsi atau tidaknya pemerintah daerah setempat setelah terjadi bencana. Gempa bumi dan tsunami Aceh pada tahun 2004 merupakan contoh dari penetapan status bencana nasional oleh pemerintah pusat.
Lembaga yang berperan dalam penanggulangan bencana alam, sebagai berikut.
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
- Badan Nasional Pencarian Orang dan Pertolongan (BASARNAS)
- Palang Merah Indonesia (PMI)
- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)
Lembaga-lembaga di atas dapat bersinergi dengan TNI / Polri dan organisasi sipil yang secara bersama-sama melakukan upaya membantu korban bencana alam.
Pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab dalam melakukan upaya penanggulangan bencana yang terjadi. Lembaga seperti BNPB/BPBD menjadi ujung tombak dalam melakukan koordinasi bersama lembaga lainnya serta organisasi sipil dalam memberikan bantuan kepada korban bencana. Melindungi korban bencana alam merupakan amanat konstitusi dalam hal melindungi segenap rakyat dan tumpah darah Indonesia. ()