Pengawasan Dalam Pembentukan Peraturan Daerah

Sudarto

(Internship Advokat Konstitusi)

Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan pemerintah terhadap perda dilakukan agar kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi.Berdasarkan data yang disampaikan oleh Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri terdapat sekitar 25% dari 30.000 Perda/Perkada di seluruh Indonesia yang masih tumpang tindih dengan aturan di atasnya. (MediaIndonesia.com:2019)

Persoalan tumpang tindih ini menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap produk hukum daerah, sehingga berdampak pada terganggunya pembangunan perekonomian di daerah. Maka penguatan pengawasan oleh Kemendagri dan Pemerintah Provinsi menjadi hal yang fundamental.(Kontan.co.id: 2019) Oleh karena itu, perlu adanya tindakan pengawasan oleh pusat kepada daerah dalam pembentukan Perda agar Perda yang dibentuk tidak terjadi tumpang tindih dengan aturan yang lebih tinggi.

Bentuk Pengawasan

Pada dasarnya konsep pengawasan terhadap peraturan daerah dibedakan menjadi dua macam. Pertama, pengawasan preventif, yaitu berupa hak memberikan pengesahan terlebih dahulu terhadap semua keputusan daerah sebelum peraturan daerah dijalankan. Kedua, pengawasan represif, yaitu berupa hak membatalkan sesuatu keputusan daerah yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum, undang-undang, peraturan-peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.(Mhd. Ansori: 2018) Sebagaimana menurut Bagir Manan, terdapat dua model pengawasan terkait pemerintahan otonomi, yaitu pengawasan preventif dan pengawasan represif. Kedua model pengawasan ini ditujukan pada produk hukum yang dihasilkan daerah, dan pengawasan terhadap tindakan tertentu dari organ pemerintahan daerah yang dilakukan melalui wewenang mengesahkan dalam pengawasan preventif maupun wewenang pembatalan atau penangguhan dalam pengawasan represif.(Yuri Sulistyo, dkk: 2014)

Konsep Pengawasan

Berdasarkan bentuk pengawasan diatas, maka konsep pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap peraturan daerah terdiri dari 4 (empat) konsep. Pertama, Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan Perda yang dilakukan di awal saat pemrakarsa rancangan perda mulai merancang Naskah Akademik yang dilakukan oleh Kementerian Hukum Dan HAM. Meskipun pada dasarnya perngharmonisasian utamanya dilakukan oleh gubernur dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan kementerian terkait bidang hukum sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 58 ayat (2) UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Harmonisasi Perda menjadi sangat penting karena pengharmonisasi Perda sebagai upaya untuk mencari keselarasan atau kesesuaian antar peraturan perundang-undangan dengan tujuan agar tidak terjadi duplikasi, maupun tumpang tindih (overleaping) serta menghindari disharmoni suatu Peraturan Perundang-Undangan.(babel.kemenkumham.go.id)

Kedua, Proses fasilitasi terhadap rancangan Perda oleh Kementerian Dalam Negeri proses fasilitasi oleh Kemendagri dilakukan terhadap Perda setelah dilakukannya pembahasan oleh kepala daerah dan DPRD dalam pembicaraan tingkat I (satu) dan tidak dilakukan terhadap rancangan Perda yang telah dilakukan evaluasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 30 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Permendagri), yang menyatakan bahwa fasilitasi adalah pembinaan secara tertulis produk hukum daerah berbentuk peraturan terhadap materi muatan dan teknik penyusunan rancangan sebelum ditetapkan.

Ketiga, Proses evaluasi rancangan perda yang dilaksanakan oleh Kemendagri, baru dijalankan setelah raperda mendapat persetujuan bersama antara pemda dan DPRD atau lebih tepatnya sebelum diberikannya penomoran register Perda. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 22 Permendagri diatas, yang menyatakan bahwa evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan perda yang diatur sesuai Undang-Undang dibidang pemerintahan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya untuk mengetahui kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. Proses evaluasi dilakukan terhadap rancangan Perda yang mengatur mengenai hal tertentu sebagaimana ketentuan Pasal 245 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), yang menyatakan Rancangan Perda Provinsi yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah harus mendapat evaluasi Menteri sebelum ditetapkan oleh gubernur.

Keempat, proses klarifikasi oleh Kemendagri setelah Perda diundangkan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 32 Permendagri diatas, yang menyatakan bahwa Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap perda untuk mengetahui kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. Proses klarifikasi ini dilakukan sebagai bentuk pengawasan represif karena Pemerintah Pusat tidak mempunyai kewenangan lagi untuk membatalkan Perda. Hal ini setelah adanya Putusan MK Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Putusan MK Nomor 56/PUU-XIV/2016, yang melalui kedua putusannya tersebut menyatakan bahwa kewenangan Kemendagri dan Gubernur selaku wakil pemerintah pusat dalam membatalkan Perda Provinsi, Pergub, Perda Kabupaten/Kota inkonstitusional atau bertentang dengan Pasal 18 ayat (6), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.

Dengan demikian, pengawasan preventif maupun represif ini dilakukan sebagai usaha untuk memelihara hubungan yang serasi dan harmonis antara pemerintah dengan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan agar kebijakan pemerintah pusat dan daerah tidak saling berbenturan. Oleh karena itu, tindakan pengawasan ini dapat dipandang sebagai cara pemerintah pusat dalam rangka menilai pembentukan suatu Perda baik secara formil maupun materil.(A. Zarkasi: Jurnal Ilmu Hukum)

DAFTAR PUSTAKA

  • A. Zarkasi, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah, Jurnal Ilmu Hukum.
  • Mhd. Ansori, Pengawasan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Wajah Hukum, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018
  • Https://m.mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/211482/kemendagri-25-perda-tumpang-tindih-dengan-aturan-yang-lebih-tinggi.
  • Yuri Sulistyo, Antikowati dan Rosita Indrayati, Pengawasan Pemerintah Terhadap Produk Hukum Daerah (Peraturan daerah)Melalui Mekanisme Pembatalan Peraturan Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah, Journal Lentera Hukum, April 2014.

()