Oleh: Rafaella

Buntut dimenangkannya gugatan Partai Prima terhadap KPU oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menyebabkan Komisi Yudisial (KY) turun tangan. Pasalnya, pada Senin (6/3/2023), majelis hakim yang menangani perkara tersebut dilaporkan ke KY oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Kongres Pemuda Indonesia (KPI) dalam dua laporan yang berbeda. Keduanya sama-sama menilai bahwa majelis hakim yang bertugas tersebut telah melakukan pelanggaran dengan mengabulkan gugatan dan memerintahkan KPU untuk menghentikan tahapan pemilu yang sedang berjalan saat ini. 

“Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut diduga melakukan pelanggaran, karena mengabulkan sebuah perkara yang bukan kewenangan absolutnya,” terang Ihsan Maulana, perwakilan Perludem, kepada Kompas.com pada Senin (6/3).

Pandangan tersebut juga dinyatakan oleh KPI, yang menjelaskan bahwa kewenangan untuk mengadili gugatan tersebut berada pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Bawaslu. KPI mengaku juga menemukan kejanggalan dalam amar putusan yang menyatakan pihak penggugat sebagai sebuah partai politik sedangkan dalam surat putusan penggugat merupakan perseorangan atas nama Agus Priyono dan Dominggus Oktavianus Tobu Kiik. Berdasarkan alasan-alasan tersebut KPI memohon kepada KY untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut. 

Sebelumnya, jauh sebelum menerima kedua laporan terhadap majelis hakim PN Jakarta Pusat, KY telah menyatakan keinginannya untuk meminta klarifikasi dari majelis hakim dalam perkara tersebut untuk memeriksa apakah ada pelanggaran perilaku. Kewenangan mengadili sengketa yang melibatkan pejabat dan/atau badan pemerintahan sendiri diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechmatige Overheidsdaad).

Perma 2/2019 tersebut mendefinisikan sengketa perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan sebagai sengketa yang di dalamnya mengandung tuntutan untuk menyatakan tidak sah dan/atau batal tindakan pejabat pemerintahan, atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat beserta ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundan-undangan. Lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat (1) , perkara PMH oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan tersebut diatur sebagai bagian dari kewenangan peradilan tata usaha negara. Putusan PN Jakarta Pusat bagi KPU untuk menghentikan tahapan pemilu yang sedang berjalan menurut Perma 2/2019 tersebut juga jatuh dalam kewenangan PTUN dimana dalam Pasal 5 ayat (2), Pengadilan (dalam hal ini PTUN) dapat mewajibkan untuk menghentikan tindakan pemerintahan. ()