RAMAI TURIS DIDEPORTASI, MENGULIK HAK BERWISATA SEBAGAI HAM

Oleh : Risa Pramiswari

(Internship Advokat Konstitusi)

Peribahasa “maunya untung, malah buntung” mungkin menjadi ekspresi yang tepat untuk menggambarkan keadaan Bali saat ini. Bali adalah salah satu pulau di Indonesia yang sangat diminati oleh turis untuk dikunjungi.  Bali memiliki banyak hal yang dapat ditawarkan kepada pengunjungnya mulai dari keindahan alam, keramahan masyarakatnya, juga segala keunikan adat dan budayanya. Karena itu, tidak heran apabila banyak wisatawan yang ingin berkunjung ke Bali. Namun, memang tidak dapat dimungkiri bahwa ada turis-turis yang datang ke Bali justru membuat ulah dan akhirnya dideportasi oleh pihak imigrasi. Mulai dari Kristen Gray Bule Amerika yang mengajak turis hidup murah di Bali, Alina FazleevaBule Rusia yang berpose telanjang di pohon sakral kawasan suci Pura Babakan, Jeffrey Douglas CraigenBule Kanada yang menari telanjang di Gunung Batur, dan masih banyak lagi contoh lainnya. Nama-nama tersebut telah terbukti melanggar ketertiban umum, tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan sehingga dikenakan sanksi administratif berupa deportasi sebagaimana ketentuan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Pada hakikatnya, berwisata telah diakui sebagai salah satu dari HAM. Pengakuan hak berwisata dapat ditemukan dalam pernyataan bagian menimbang huruf (b) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa, “Kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam bentuk berwisata merupakan bagian dari HAM.” Selanjutnya, Pasal 18 ayat 1 butir (a) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menyebutkan, “setiap orang berhak memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata.”

Sebagai wisatawan asing yang datang berkunjung ke Bali, ada beberapa hal yang harus dipatuhi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 25 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Salah satu kewajiban wisatawan ialah menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat. Sementara itu, apabila wisatawan tidak mengindahkan peraturan undang-undang tersebut akan diancam dengan sanksi administratif.

Berwisata memang diakui sebagai salah satu dari HAM, tetapi bukan menjadi alasan untuk dapat bertindak sesuka hati. Hal ini sebagaimana diatur melalui ketentuan Pasal 28J UUD 1945 mengenai pembatasan HAM yang menegaskan bahwa, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dan setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang demi menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Selain itu, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional juga dihormati melalui ketentuan Pasal 28I UUD 1945. Oleh karena itu, Pulau Bali yang sarat akan nilai adat dan budaya sudah diakui eksistensinya sehingga sebagai wisatawan sudah sepatutnya menghormati nilai-nilai yang ada di Bali. Silakan datang dan nikmati keindahan Pulau Bali, tetapi jika menimbulkan suatu pelanggaran bersiaplah menerima segala konsekuensinya. Sebagai wisatawan yang berkunjung ke Bali hendaknya kita selalu berperilaku tertib dengan menghormati hukum dan nilai budaya masyarakat. Seperti kata pepatah, “di mana bumi dipijak, disana langit dijunjung.” ()