Oleh: Rike Patmanasari
Drama series yang sedang viral saat ini, Mantan Tapi Menikah memberikan pelajaran tentang cara cerdik menghadapi pelaku pelecehan seksual, dan tidak menormalisasi perbuatan tersebut.
Dalam drama tersebut, sosok Ana sebagai perempuan pekerja keras yang menjadi tulang punggung keluarga, diperlakukan tidak patut oleh bos nya di perusahaan tempatnya bekerja. Hingga ia resign dari perusahaan tersebut dan kembali bekerja di perusahaan milik mantan kekasihnya.
Ketika pak saka, selaku COO di perusahaan baru tempat ia bekerja memberi tugas untuk mengambil dokumen NDA ke perusahaan yang dulunya ia bekerja. Ana kembali diperlakukan tidak patut (digoda, dan dicium secara paksa oleh bosnya dulu). Cerdiknya, Ana merekam apa yang dikatakan bos yang melecehkannya, sehingga ia mempunyai barang bukti kuat berupa rekaman yang menyatakan bosnya melakukan tindakan yang tidak sepatutnya secara paksa.
Pelecehan seksual yang terjadi pada drama mantan tapi menikah tersebut merupakan salah satu contoh dari banyaknya kasus pelecehan seksual di Indonesia.
Lantas, apabila suka sama suka, dapatkah dikatakan pelecehan seksual?
Perlu diketahui bahwa suatu tindakan dapat dikatakan pelecehan seksual adalah terdapat ketidak inginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual, yang termasuk didalamnya Pelecehan fisik, seperti mencium, memeluk, mengelus dan sentuhan fisik lainnya secara paksa (Seperti yang dialami oleh ana pada drama series mantan tapi menikah).
Definisi Pelecehan seksual secara hukumnya, “imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments”, yaitu sebuah tindakan yang menjurus ke arah seksual yang tidak diinginkan oleh salah satu pihak. Terdapat ketidaknyamanan, intimidasi/ancaman pada korban pelecehan seksual tersebut.
Bagaimana mekanisme/cara pelaporan tindakan kekerasan seksual ?
Dalam UU TPKS telah diatur korban atau orang yang melihat kekerasan tersebut dapat melaporkan ke UPTD PPA (Unit Pelaksanaan Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak), LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), unit pelaksanaan teknis dibidang sosial, LBH (Lembaga Bantuan Hukum) atau kepolisian. Dan korban mendapatkan perlindungan sementara dalam waktu paling lambat 1 x 24 jam terhitung sejak mengajukan laporan. Korban dan saksi juga mendapatkan pendampingan pada tahap pelaporan hingga semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan selesai, dan juga mendapatkan perlindungan hak korban, saksi, dan keluarga korban.
Pembuktian Pelecehan Seksual dalam Hukum Pidana
Merujuk kepada Pasal 184 KUHAP, pada dasarnya pembuktian suatu tindak pidana, termasuk pelecehan seksual menggunakan 5 macam alat bukti, yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Adapun alat bukti lainnya terdapat dalam UU Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual, berupa informasi elektronik, benda atau barang yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut.
Sehingga, jika terjadi pelecehan seksual, untuk membuktikannya di muka persidangan harus mengacu kepada bukti-bukti tersebut di atas.
Hukuman bagi pelaku pelecehan seksual
Dalam drama series tersebut, pelaku pelecehan seksual dapat dijerat pasal 6 huruf a UU nomor 12 tahun 2022 dan tergolong pelecehan seksual fisik dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pidana tersebut dijatuhkan bagi setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, dan/atau organ reproduksi yang bermaksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas.
Apa saja hak korban pelecehan seksual?
Hak atas penanganan, berupa layanan hukum, penguatan psikologis, pelayanan kesehatan, informasi proses hasil penanganan, perlindungan, dan pemulihan, dan lainnya.
Hak atas perlindungan, perlindungan atas kerahasiaan identitas, penyedia informasi mengenai hak dan fasilitas perlindungan, perlindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan, Pendidikan, atau akses politik dan lainnya. ()