Oleh : Yoga Ashari
Internship Advokat Konstitusi
Era digitalisasi yang terus berkembang membawa perubahan yang cukup besar untuk manusia. Kemudahan-kemudahan yang terus di kembangkan membuat manusia memiliki dampak terhadap perkembangan teknologi salah satunya adalah kemudahan pinjaman finansial melalui pinjaman online. Pinjaman online (Pinjol) merupakan bentuk financial technology (fintech) baru, merupakan imbas dari kemajuan teknologi dan banyak menawarkan pinjaman dengan syarat dan ketentuan lebih mudah dan fleksibel dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial seperti bank.
Selain itu juga pinjaman online dianggap cocok dengan pasar di Indonesia karena meskipun masyarakat belum memiliki akses keuangan, namun penetrasi kepemilikan dan penggunaan telepon selular sangat tinggi. Bank Indonesia memberikan definisi bahwa fintech merupakan gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang pada akhirnya mengubah model bisnis terhadap pinjaman secara konvensional menjadi digital.
Kemudahan terhadap pinjaman online sendiri menjadikan masyarakat tergiur dan mulai beralih dari pinjaman secara konvensional menjadi digital, hal tersebut karena terhadap produk pinjaman keuangan tersebut menjadi lebih praktis dan efektif karena cukup dibutuhkan dengan smartphone saja. Kehadiran perusahaan tersebut secara peer to peer lending semakin banyak bermunculan baik yang berijin (legal) dan juga perusahaan-perusahaan pinjaman online yang tidak berijin (ilegal). International Organization Of Securities Commisions (IOSCO) sebutan fintech diaplikasikan sebagai gambaran terhadap beragam bentuk bisnis yang inovatif dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk mengubah industri jasa keuangan.
Berdasarkan data statistik Kementerian Kominfo terhitung sejak Januari hingga 18 Juni 2021 telah menangani atau memblokir 447 fintech (financial technology) illegal. Laporan dari situs pengaduan rekening yang dimiliki Kemkominfo yakni cekrekening.id. Dalam statistik cekrekening.id tertera bahwa pada Juni 2020 jumlah laporan pengaduan rekening hanya berjumlah 194 rekening, tetapi pada Mei 2021 meningkat drastis menjadi 2.403 rekening. Kasus yang muncul terkait dengan pinjaman online (Pinjol) di tanah air kian mencuat dari berbagai kejadian dampak Pinjol terus berjatuhan, ada yang bunuh diri karena tak tahan teror dari penagih Pinjol, ada yang setres dengan pembayaran yang bunga berbunga, dan ada puila yang merasa harga drinya jatuh karena dibentak dan diteror penagih Pinjol.
Otoritas Jasa Keuangan melalui Satgas Waspada Investasi telah mengambil langkah cepat dan tegas bersama dengan Kepolisian Republik Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika menindak pinjaman online illegal/rentenir online yang berpotensi melanggar hukum. Tindakan tegas dilakukan dengan melakukan cyber patrol dan sejak 2018 telah memblokir/menutup 3.516 aplikasi/website pinjaman online (pinjol) illegal. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 merupakan aturan hukum pertama sekaligus sebagai aturan yang melandasi penyelenggaran layanan fintech pinjaman online di Indonesia. Pasal 47 ayat (1) menyebutkan bahwa atas terjadinya suatu pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan-larangan yang termuat dalam aturan ini, maka OJK memiliki wewenang dalam menjatuhkan sanksi administratif bagi pengelola layanan fintech yang berupa 1) Peringatan tertulis; 2) Denda; 3) Pembatasan kegiatan usaha; dan 4) Pencabutan izin beroperasi.
Dalam faktanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 tidak mengatur secara explicit mengenai pelaksanaan sanksi administratif ataupun sanksi pidana yang diberikan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh fintech pinjaman online ilegal yang tidak mendapat izin oleh OJK. Sanksi yang diberikan terhadap fintech pinjaman online resmi yang telah memiliki izin resmi dalam beroperasi bahkan paling tinggi hanya sebatas pecabutan izin usaha. Padahal sejak tahun 2018 hingga saat ini ditahun 2021 Satgas Waspada Investasi telah menutup sebanyak 3.056 usaha fintech pinjaman online illegal. Adanya fakta baru bahwa penagihan yang dilakukan dengan cara yang tidak manusiawi, seringkali penagihan pinjaman tersebut dilakukan oleh penyelenggara dengan turut melibatkan pihak ketiga yakni debt collector yang menagih secara kasar bahkan tidak segan-segan untuk mempermalukan peminjam dana yang telat bayar dan Pengenaan bunga tinggi, bahkan bunga tersebut bisa mencapai empat kali lipat dari pokok pinjaman apabila telat dalam membayar, serta tenor yang diberikan oleh penyelenggara terhadap peminjam untuk melunasi hutang-hutangnya relatif singkat.
Dari kasus tersebut dapat kita tau bahwa sampai sekarang masih banyak masyarakat yang menjadi korban terhadap pinjaman online illegal, apalagi ditambah pandemi covid-19 ini dimana masyarakat banyak yang membutuhan financial semakin meningkat, dengan 1) Adanya perampingan terhadap penyedia jasa pinjaman online sendiri yang terdatar dan berizin membuat masyarakat jauh lebih mudah mengerti mengenai penyedia jasa layanan tersebut, 2) Adanya peraturan serta sanksi baru terhadap keterbukaan informasi antara peminjam dengan pemberi pinjaman terhadap penentuan suku bunga, tingkat resiko pinjaman. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga hak serta kewajiban dari peminjam serta pemberi pinjaman. 3) Adanya upaya oleh OJK dengan melalui Satgas waspada untuk memutus mata rantai pinjaman online illegal dengan lebih di bersinergi dan menggandeng Kepolisan Republik Indonesia dan Kejaksaan sebagai penegak hukum untuk melakukan upaya penanganan mulai dari pemblokiran situs serta kegiatan usaha yang diduga sebagai kegiatan yang illegal. Dengan adanya pembaharuan peraturan serta adanya sinergitas dari satgas waspada dengan penegak hukum tentunya permasalahan mengenai pinjaman online ini akan segera selesai, sehingga bukan hanya masyarakat yang di untungkan tetapi penyedia layanan jasa pinjaman online juga di untungkan. ()