Perppu Baru, Buat Apa?

Oleh: Hario Danang Pambudhi

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam konsideran pertimbangannya, perppu ini lahir sebagai implikasi dari pembentukan daerah otonom baru di Papua agar tetap dapat mengikuti pemilihan umum, dengan memperkuat lembaga penyelenggara, menambah jumlah kursi, dan pengaturan terkait jadwal pemilihan umum.

Materi muatan baru dalam Perppu ini, antara lain

1.Pembentukan lembaga penyelenggara baru

Pasal 10A dan 92A Perppu Pemilu mengatur pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua Barat Daya. Selain itu, apabila lembaga penyelenggara yang dimaksud belum terbentuk, maka KPU dan Bawaslu pusat berwenang untuk melaksanakan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya sampai dengan terbentuk.

2. Perubahan syarat usia calon penyelenggara

Pasal 117 Perppu Pemilu mengubah syarat usia pendaftaran calon anggota Bawaslu paling rendah 40 tahun, calon anggota Bawaslu Provinsi menjadi 35 tahun. Calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota menjadi 30 tahun, dan calong anggota Panwaslu Kecamatan, kelurahan/desa dan pengawas TPS menjadi 21 Tahun. Dalam hal apabila tidak terdapat calon anggota yang memenuhi syarat untuk menjadi Panwaslu kelurahan/desa dan pengawas TPS, Bawaslu Kabupaten/Kota dapat menyetujui calon anggota dengan usia paling rendah 17 tahun.

3. Syarat kepengurusan partai politik

Pasal 173 Perppu Pemilu mengecualikan syarat parpol yang wajib memeiliki kepengurusan di seluruh provinsi dan kantor tetap di setiap level daerah untuk provinsi baru.

4. Nomor urut partai politik

Pasal 179 Perppu Pemilu memperbolehkan parpol menggunakan nomor urut di pemilu 2019.

5. Penambahan jumlah kursi anggota DPR 

Pasal 186 Perppu Pemilu menambah jumlah kursi anggota DPR sebanyak 580 kursi.

6. Penetapan DPRD daerah otonom baru

Pasal 243 Perppu Pemilu menjelaskan apabila belum ada kepengurusan parpol di tingkat provinsi untuk daerah otonom baru. Penetapan bakal calon daerah tersebut akan dilakukan oleh partai di tingkat pusat.

7. Kampanye pemilu

Pasal 276 Perppu Pemilu mengatakan kampanye pemilu dilaksanakan sejak 25 hari setelah ditetapkan daftar calon tetap anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi dan kabupaten kota untuk pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta 15 hari sejak ditetapkannya pasangan calon presiden dan wakil presiden sampai masa tenang.

8. Pemilu di IKN

Pasal 568A Perppu Pemilu mengatakan Pemilu di Ibu Kota Nusantara tetap berpedoman terhadap UU Pemilu dengan masuk ke dalam wilayah Kalimantan Timur.

Pro dan Kontra

Presiden memang memiliki kewenangan untuk membentuk Perppu berdasarkan pasal 22 UUD 1945. Dalam hal ini, pasal tersebut mensyaratkan kegentingan yang memaksa sebagai kondisi yang memperbolehkan presiden mengeluarkan perppu. Apabila merujuk pada Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009, kegentingan memaksa bukan hanya menyangkut keadaan bahaya, tetapi juga 1) adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang, 2) UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau sudah ada UU tapi belum memadai, dan 3) kekosongan hukum tersebut tidak bisa diatasi melalui prosedur pembentukan UU yang biasa karena akan memakan waktu banyak sedangkan keadaan memaksa itu perlu penanganan cepat.

Apabila mengkaitkan dengan konteks muatan dalam Perppu Pemilu, beberapa muatan terkait pelaksanaan pemilu di daerah otonom baru, termasuk IKN dan penambahan jumlah anggota DPR, memang dapat dirasionalisasi legitimasinya. Hal ini disebabkan karena UU Pemilu sebelumnya belum memiliki aturan terhadap hal tersebut, padahal tahapan pemilu akan dimulai dalam kurun waktu dekat di pengawal 2023. 

Tetapi, muatan mengenai nomor urut partai politik menjadi tanda tanya besar. Menurut Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, gagasan penggunaan nomor urut parpol sesuai dengan pemilu sebelumnya berasal dari PDIP. Hal ini dilandasi dengan prinsip efisiensi, yaitu penghematan atas penggunaan atribut parpol serta memperkuat identitas parpol. Hal sebaliknya diutarakan Kaka Suminta selaku Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu, menurutnya muatan tersebut tidak mendesak untuk dimasukan ke perppu serta berpotensi memunculkan diskriminasi dan nuansa ketidakadilan terhadap parpol baru peserta pemilu 2024. ()