oleh : Rivaldo Bastanta Singarimbun
Internship Advokat Konstitusi
Kebakaran menghanguskan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tangerang, Kota Tangerang, Rabu (8/9/2021) dini hari, sebanyak 41 orang meninggal akibat kebakaran tersebut. Kasus tersebut akhirnya menjerat Komandan Regu Pengaman serta beberapa anggotanya beserta satu Staf Kelistrikan Lapas kelas 1 Tangerang, mereka dituntut atas dugaan kesalahan (kealpaan nya), sesuai dengan yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Menurut tim penyidik Kepolisian RI penyebab kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang adalah persoalan instalasi listrik. Ditetapkan sebanyak 4 tersangka yakni Rumanto, Suparto, Yoga dan Panahatan. Pada saat kebakaran terjadi, masing-masing terdakwa tidak berjaga di pos-pos yang sudah ditetapkan. Terdakwa juga tidak memerintahkan masing-masing pos untuk memadamkan api, hanya menunggu pemadam datang menuju ke lokasi. Khusus untuk Panahatan selaku tidak memeriksa instalasi listrik di lapas.
Kasus kebakaran yang menghanguskan (Lapas) Kelas 1 Tangerang karena sudah memasuki tahap peradilan di pengadilan.
Dalam sidang tuntutan, jaksa menilai keempat terdakwa lalai sehingga mengakibatkan terjadinya kebakaran Lapas. Keempat terdakwa dituntut dua tahun penjara oleh jaksa penuntut umum. Rumanto, Suparto, Yoga didakwa pasal 359 KUHP dan Panahatan didakwa dengan pasal 188 KUHP.
Kuasa hukum keempat terdakwa kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, Herman Simarmata akan menyiapkan pembelaan (pledoi) untuk kliennya, saat ditanya oleh beberapa wartawan setelah sidang dan tuntutan dibacakan oleh Jaksa.
Rencananya, pada sidang berikutnya, yang dijadwalkan pada Selasa (23/8), Herman bakal menyerahkan sejumlah bukti yang dapat meringankan hukuman keempat terdakwa.
Di antaranya yaitu bukti dokumen perdamaian keempat terdakwa dengan pihak keluarga dari 49 korban yang meninggal dalam kejadian. “Menerima saja tuntutan, tapi tanggal 23 Agustus 2022 kami lakukan pembelaan untuk masing-masing terdakwa. Kalau dokumen mungkin sudah ada perdamaian dengan pihak keluarga daripada 49 orang tersebut,” ujar Herman usai sidang tuntutan di PN Tangerang, Selasa (2/8/2022).
Pledoi dalam KUHAP dikenal dengan istilah pembelaan, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 182 ayat (1) KUHAP yang menyatakan:
- Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.
- Selanjutnya terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukum selalu mendapat giliran terakhir.
- Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan Pasal 182 ayat (1) huruf b KUHAP di atas, dapat dipahami bahwa mengajukan pembelaan (pledoi) terhadap tuntutan Jaksa merupakan hak terdakwa atau penasehat hukum, berhak mendapatkan kesempatan mengajukan pembelaan.
Lebih lanjut Menurut Eddy O.S. Hiariej dalam bukunya Hukum Acara Pidana (hal. 634) menyebutkan bahwa pembelaan (pledoi) dapat diajukan oleh masing-masing yaitu terdakwa mengajukan pembelaan sendiri, kemudian penasehat hukum mengajukan sendiri.
Karena pembelaan (pledoi) merupakan hak terdakwa dan penasehat hukum, maka seyogyanya hakim yang memeriksa perkara pidana memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mempergunakan haknya mengajukan pembelaan (pledoi). ()