“Jokowi King Of Lip Service”: Penghinaan atau Kritikan?

Oleh : Adinda Rabiki 

Unggahan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dengan tagline “Jokowi: King of Lip Service” sedang menjadi perbincangan. Kritik pedas ditambah ilustrasi dan fakta-fakta yang mendukung menjadikan unggahan ini ramai diperbincangkan bahkan di repost banyak orang. Akan tetapi, postingan ini juga mengundang kontra. Puncaknya adalah pemanggilan BEM UI oleh rektorat. Pemanggilan ini dikarenakan postingan itu dinilai ‘menghina’ Presiden selaku simbol negara. Ada beberapa pihak yang tidak sependapat dengan statement ini. Pemanggilan BEM UI ini dinilai telah mencederai hak untuk berpendapat. Lalu, sebenarnya bagaimana hak berpendapat itu diatur?

Hak berpendapat telah diatur dalam konstitusi tepatnya pada Pasal 28 E Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Ditambah unggahan BEM UI bukanlah sebuah kritikan yang tidak berdasar. Unggahan tersebut bahkan melampirkan sumber- sumber data yang mereka ambil. Pemanggilan BEM UI oleh rektorat ini dikarenakan BEM UI dinilai telah melanggar aturan-aturan yang ada. Walaupun tidak ada kejelasan lebih lanjut apakah aturan yang dimaksud adalah aturan negara atau aturan dari kampus sendiri.

Sedangkan, penghinaan menurut Pasal 310 KUHP adalah perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan pada satu hal yang tidak dilakukan dapat diancam karena pencemaran. R. Soesilo dalam bukunya menerangkan bahwa menghina adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Yang mana seseorang yang diserang ini biasanya akan merasa malu.

Pernyataan rektorat UI atas pemanggilan BEM juga menuai tanda tanya. Hal ini dikarenakan rektorat menyatakan bahwa unggahan tersebut telah menghina presiden selaku simbol negara. Padahal konstitusi sendiri tidak menyebutkan bahwa Presiden merupakan lambang negara. Konstitusi hanya menyebutkan bahwa Presiden merupakan Lembaga Eksekutif. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan menyebutkan bahwa simbol negara meliputi Bendera Sang Merah Putih, Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Tidak ada penyebutan kata Presiden sebagai simbol negara.

Walaupun menimbulkan pro dan kontra, BEM UI setuju untuk tidak menghapus unggahan tersebut. Dukungan terhadap BEM UI pun mengalir deras. Hal ini bisa dilihat dari trending topic di twitter. Kita hanya bisa menunggu bagaimana alur cerita ini akan berlanjut ()