Kedudukan Nota Pembelaan (Pledoi) dalam Hukum Acara Pidana (Studi Kasus Richard Eliezer)

Oleh: Andreas Calvin Tamara

Rabu, 25 Januari 2023, Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau yang lebih dikenal dengan Bharada E, membacakan Nota Pembelaan (Pledoi) sebagai tanggapan atas tuntutan 12 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pledoi, atau dalam bentuk bakunya pleidoi menurut KBBI adalah pidato pembelaan terhadap terdakwa yang dibacakan oleh advokat (pembela) atau terdakwa sendiri.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, pledoi dikenal dengan istilah pembelaan, dan diajukan setelah Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana. Pledoi diatur dalam Pasal 182 ayat (1) KUHAP yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

  • Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana; 
  • Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir; 
  • Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

Menurut Eddy O.S Hiariej dalam bukunya “Hukum Acara Pidana”, Pembelaan (pledoi) dapat diajukan oleh masing-masing yaitu Terdakwa mengajukan pembelaan sendiri, kemudian Penasehat Hukum mengajukan sendiri. Dalam perkara Richard Eliezer, terdapat dua pledoi yang dibacakan. Yang pertama adalah pledoi yang dibuat dan dibacakan sendiri oleh Richard, dan yang kedua adalah pledoi yang telah disusun oleh Tim Penasehat Hukum. Dalam praktiknya, biasanya pledoi yang dibacakan oleh Terdakwa sendiri merupakan isi curahan hati yang bersifat personal, sedangkan pledoi yang disiapkan oleh Penasehat Hukum biasanya lebih menjawab isu-isu atau permasalahan hukum yang terungkap selama persidangan.