Peluang Bisnis Menguntungkan, Negara Jadi Buntung: Menilik Maraknya Jasa Titip Produk Luar Negeri

Oleh: Amalia Syarifah

Jual beli barang saat ini tidak hanya sebatas mengandalkan ketersediaan stok di dalam negeri saja, melainkan pula dapat mendatangkan barang dari luar negeri atau dapat dikenal sebagai jasa titip online (personal shopper). Mulanya bisnis ini muncul dari seseorang yang melakukan perjalanan luar negeri untuk berwisata kemudian membawa sejumlah produk agar dibawa ke Indonesia karena beberapa diantaranya tidak dijual dalam negeri, bahkan justru harga produk tersebut lebih terjangkau. Jasa titip online umumnya dipasarkan melalui media sosial dan transaksi dapat dilakukan secara opsional menyesuaikan kesepakatan penjual maupun pembeli.

Beberapa waktu terakhir, daya minat tinggi masyarakat terhadap jastip inilah justru semakin menjadi sorotan bagi Bea Cukai Kementerian Keuangan  lantaran terdapat proses mendatangkan barang dari luar negeri ke dalam negeri. Bagaimana tidak, pemindahan barang ini tergolong sebagai tindakan impor yang wajib melalui proses pengecekan barang dan diberlakukan pungutan bea masuk sesuai Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabean. Bea masuk sendiri merupakan pajak lalu lintas yang diambil oleh negara terhadap barang impor dalam rangka perlindungan produk dalam negeri. Namun kenyataannya, barang yang dibawa oleh jastip diklaim sebagai milik pribadi (personal use) sehingga bebas bea masuk atau free on board dengan total nilai di bawah harga $US 500 (lima ratus United States Dollar) per orang untuk setiap kedatangan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Hal ini memicu adanya celah dengan melakukan tindakan penyelundupan barang impor lain untuk diperjualbelikan alih-alih dianggap sebagai milik pribadi agar terhindari dari bea masuk.

Pada dasarnya, pihak Bea Cukai tidak mengenal terminologi jastip, melainkan disebut sebagai barang non-personal use yang wajib dikenakan bea masuk dan tidak memperoleh fasilitas free on board sebagaimana berlakunya personal use ketika masuk ke wilayah Indonesia. Pernyataan ini diungkapkan oleh Hatta Wardhana, Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat dan Penyuluhan, bahwa skema jastip tetap wajib ditetapkan tarif bea masuk umum dan nilai pabean berdasarkan keseluruhan nilai pabean barang impor.

 “Iya (usaha jastip) merugikan. Kalau tidak bayar bea masuk seolah-olah barangnya lebih murah, Kan tidak fair makanya itu harus kita jaga”, ujar Askolani, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, di Gedung DPR-RI. Hal ini memang benar adanya jika jastip tanpa dikenakan bea masuk dengan memanfaatkan fasilitas pembebasan personal use digunakan sebagai kegiatan jual beli maka akan merugikan negara akibat kehilangan pajak dan peluang usaha dalam negeri kurang diminati. Ungkap Hatta Wardhana pun menunjukkan bahwa jastip dikategorikan sebagai barang bawaan penumpang bersifat non-personal use agar dikenakan pajak terdiri dari bea masuk, cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Tujuannya untuk mengupayakan adanya keadilan penerapan aturan bagi seluruh pelaku usaha atau level playing of field. Adapun pelaku jastip seyogyanya dihimbau agar lebih memahami terhadap aksi mendatangkan barang dari luar negeri masuk ke wilayah Indonesia tersebut wajib dikenakan bea masuk, cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. ()