Oleh :Wahlulia Amri

Tahun 2023 akan menjadi repetisi ekonomi dunia dan ekonomi nasional. Sebagai negara kepulauan tropis terbesar di dunia, Indonesia akan menanggung repetisi ekonomi saat ini dan di masa mendatang dengan mengakselerasi kinerja ekonomi biru nasional. Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pembangunan Berkelanjutan telah mendefinisikan ekonomi biru sebagai pemanfaatan berkelanjutan sumber daya laut untuk pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesehatan kehidupan laut. 

Beberapa negara seperti Australia, Korea dan China telah memanfaatkan dan berhasil memanfaatkan peluang besar ceruk ekonomi biru. Kontribusi mereka mencapai rata-rata 4,3 hingga 9% dari total PDB. (Fulton dan Hemer: 2022) Indonesia memiliki potensi ekonomi maritim lebih dari 1,33 triliun USD per tahun, namun pemanfaatannya belum optimal. Mulai tahun 2019, Kementerian PPN/Bappenas menargetkan untuk meningkatkan kontribusi ekonomi biru terhadap PDB dari kurang dari 4% saat ini menjadi 12,5% pada tahun 2045. 

Persoalan Pelik Ekonomi Biru

Indeks Pembangunan Ekonomi Biru pertama kali diterbitkan oleh Forum Kepulauan dan Kepulauan (AIS Forum) pada tahun 2020. Indonesia hanya menempati posisi 36 dari 47 negara dengan skor 4,3. Terdapat persoalan pelik dalam ekonomi biru yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

  • Indeks Pembangunan Inklusif

Indonesia masih memperoleh indeks 0,25 hal ini disebabkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir di negara kita belum sepenuhnya merata baik dari segi suku, gender maupun antar generasi

  • Indeks Tata Kelola 

Beberapa aspek penting yang terkait dengan kapasitas politik dan kelembagaan, lingkungan bisnis, kualitas air, energi, perkapalan, dan sumber daya alam. Di sini, Indonesia mendapat skor 0,3. memiliki masalah lingkungan yang serius, termasuk membuang sampah plastik ke laut. 

Penanganan Persoalan Ekonomi Biru

Menurut data Laporan Economist Intelligent Unit tahun 2019 lalu Indonesia berada urutan ke-18 dari 20 negara dalam hal pengelolaan kualitas air, baik dari limbah domestik maupun industri. Masalah lainnya adalah tingginya angka kemiskinan di wilayah pesisir dan terbatasnya infrastruktur. Misalnya, infrastruktur untuk mendistribusikan bahan bakar minyak kepada nelayan tradisional dan nelayan kecil. Indonesia memiliki lebih dari 11.000 desa pesisir yang terbentang dari pulau paling timur hingga pulau paling barat. 

Sementara itu, layanan infrastruktur BBM hanya memiliki 388 poin, itupun tidak semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya, nelayan harus membeli BBM dengan harga eceran tinggi. Bahkan, di beberapa daerah, nelayan membayar 30-50% lebih mahal dari harga yang ditetapkan pemerintah. Keterbatasan infrastruktur mengakibatkan biaya produksi yang tinggi bagi nelayan, sekaligus melemahkan daya saing produk hasil laut dalam negeri di pasar global. 

Kebijakan Ekonomi Biru Versi KKP

Agenda prioritas Kementrian Kelautan dan Perikanan mencakup lima kebijakan ekonomi biru termasuk perluasan kawasan lindung laut, penangkapan ikan berbasis kuota yang terukur, pengembangan budidaya perikanan yang ramah lingkungan, pengelolaan dan pemantauan berkelanjutan wilayah pesisir dan pulau kecil serta pengelolaan sampah plastik laut. 

Aturan hukum yang telah dikeluarkan untuk mendukung peranan dari masing-masing kebijakan ekonomi biru antara lain Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) No 21 Tahun 2023 tentang Harga Acuan Ikan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Laut dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pipa dan Kabel Bawah Kapal. 

Kesimpulan

Peran pemerintah untuk meningkatkan kontribusi ekonomi biru terhadap PDB Indonesia memerlukan peningkatan inklusivitas dan pengelolaan sumber daya laut. Pemerintah Indonesia membutuhkan partisipasi publik yang lebih luas dalam perencanaan, penggunaan dan pemantauan sumber daya kelautan dan perikanan. Penulis berharap potensi percepatan ekonomi biru akan berada pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan ekologis. Syaratnya, prioritas sektor ekonomi biru pada setiap periode harus disertai dengan penyesuaian orientasi anggaran dan kelembagaan. Dengan demikian, keberhasilan mendorong ekonomi biru menjadi solusi untuk menghadapi tantangan ekonomi di tahun 2023 sekaligus membawa Indonesia Emas 2045.  ()