Uji Materi PKPU No. 10/2023 Diajukan Demi Menjamin Partisipasi Perempuan di Parlemen

Pada tanggal 5 Juni 2023, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Koalisi Perempuan Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Peduli Keterwakilan Perempuan mengajukan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 (PKPU 10/23) Mahkamah Agung (MA). Pengajuan uji materi tersebut juga diajukan oleh tiga perseorangan, yakni Hadar Nafis Gumay (mantan Komisioner KPU), Titi Anggraini (anggota Dewan Pembina Perludem), dan Wahidah Suaib (mantan Komisioner Bawaslu). PKPU 10/23 sendiri mengatur tentang tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Uji materi yang diajukan merujuk pada Pasal 8 Ayat (2) PKPU 10/2023 terkait penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di tiap daerah pemilihan (dapil) yang menghasilkan angka pecahan dibulatkan ke bawah. 

 

KPU sebenarnya sudah mendapat tekanan dari Koalisi Peduli Keterwakilan Perempuan untuk mengubah PKPU tersebut. Namun, belum ada tindakan untuk melakukan pengubahan tersebut, sehingga dinilai KPU mengkhianati publik. Begitu pula Bawaslu yang sebelumnya telah diminta untuk uji materi pada PKPU No 10/2023 ke MA. Akan tetapi, tidak ada pergerakan dari Bawaslu untuk mengajukan uji materi ke MA terkait PKPU 10/2023 tersebut. Akhirnya, Koalisi Peduli Keterwakilan Perempuan mengajukan uji materi langsung ke MA secara mandiri.

 

Terdapat Penolakan dari DPR Terkait Penghitungan Jumlah Minimal Keterwakilan Perempuan

KPU sebelumnya pernah mengajukan perubahan PKPU 10/23 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, Pengajuan KPU untuk merevisi peraturan mengenai jumlah minimal keterwakilan perempuan dalam daftar bakal calon legislatif (bacaleg) perempuan ditolak oleh Komisi II DPR. Semua fraksi berpendapat bahwa perubahan tidak diperlukan karena konsisten dengan Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 245. Alasannya adalah karena semua partai politik telah memenuhi persyaratan minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota DPR.

 

Urgensi Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Menurut Hadar, perlindungan dan ruang partisipasi bagi perempuan seharusnya dapat lebih besar, termasuk dalam jumlah calon anggota legislatif sebagaimana diatur dalam konstitusi. “Kita ingin kesempatan partisipasi perempuan betul-betul adil, besar di dunia politik kita dalam pemilu, (sehingga) kami mengajukan judicial review ke MA ini. Jadi sekali lagi tidak benar kalau dianggap tidak ada apa-apa,” ucap Hadar. Ia optimis bahwa proses uji materi yang akan dilakukan dalam 30 hari mendatang masih memberikan peluang perubahan regulasi. Ditambah lagi dengan fakta bahwa dalam PKPU tersebut masih memiliki kemungkinan perubahan urutan bacaleg, nama, dan dapil hingga tahap akhir sebelum penetapan daftar calon tetap (DCT). Maka dari itu, Hadar juga menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk menolak judicial review tersebut.

  ()