Potret Buruk Praktik Legislasi di Indonesia Masih Terjadi

Oleh : Bagas Wahyu Nursanto

(Internship Advokat Konstitusi)

Praktik legislasi di Indonesia dari tahun ke tahun selalu menyertakan permasalahan di dalamnya. Permasalahan tersebut memang menjadi sebuah keniscayaan ketika pembentuk Undang-undang (UU) memiliki kewenangan sebagai otoritatif kekuasaan dalam fungsi legislasi bersinggungan dengan kepentingan di dalamnya. Misal saja bagaimana kedudukan anggota DPR yang tidak bisa lepas dari kepentingan partai politik sebagai wadah konstitusional mereka untuk berada di bangku parlemen. Untuk itu sebagai konstituen legislator, masyarakat memiliki hak sekaligus kewajiban mengawal praktik legislasi agar produk legislasi yang dihasilkan legislator betul-betul sejalan dengan keinginan konstituen.

Penulis berpandangan problematika legislasi saat ini tidak lepas dari aspek keterbukaan, partisipasi publik, serta proses praktik legislasi yang berkualitas ditengah pandemi Covid-19. Problematika legislasi tersebut justru mencoreng proses dalam fungsi legislasi yang menjadi pokok fungsi legislasi itu sendiri. Sebagaimana Wodrow Wilson mengemukakan bahwa legislation is an aggregate, not a simple production (Walkland, 1968). Mengenai keterbukaan pada proses pembahasan RUU terdapat sulitnya untuk mengakses informasi pembahasan suatu RUU tersebut seperti sulitnya mencari Draf RUU yang sedang maupun telah dibahas.