oleh : Fauzul Hadi Aria Langga
Internship Advokat Konstitusi
PS Glow memenangkan gugatan melawan MS Glow di Pengadilan Negeri (PN) Niaga Surabaya terkait sengketa merek. Putusan Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan pihak MS Glow sebagai tergugat wajib membayar ganti rugi kepada PS Glow selaku penggugat, kurang lebih Rp 37,9 miliar Rupiah.
Namun polemik merek ini hanya babakan baru dari rentetan panjang konflik keduanya. Sebenarnya dua produk kecantikan ini saling lapor ke pengadilan, yaitu MS Glow milik Gilang Widya Pramana dan Shandy Purnamasari melaporkan PS Glow ke PN Medan dengan PS Glow milik Putra Siregar melaporkan ke PN Surabaya.
MS Glow telah mengajukan perkara di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 15 Maret 2022 dengan putusan pengadilan dimenangkan oleh MS Glow dan hasil putusan memerintahkan Kementerian Hukum dan HAM untuk mencoret merek PS Glow.
“Meminta Direktur Merek dan Indikasi Geografis pada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencoret merek-merek terdaftar atas nama Putra Siregar dari daftar merek dan mengumumkan dalam Berita Resmi Merek,” bunyi putusan hakim Nomor 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Md.
Namun tak berhenti disitu, PS Glow juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya. Hasilnya, pihak MS Glow sebagai tergugat dinyatakan kalah dan wajib membayar ganti rugi kepada PS Glow selaku penggugat, kurang lebih sebesar Rp 37,9 miliar Rupiah.
Duduk perkara keduanya sama, yaitu kesamaan pada merek produk kecantikan. Kedua belah pihak saling klaim bahwa memiliki Hak Kekayaan Intelektual yang utuh dan tidak melakukan plagiarisme.
Kuasa hukum MS Glow angkat bicara soal putusan negeri Surabaya, “Putusan Pengadilan Niaga Surabaya ini sangat aneh dan tidak dapat kami terima. MS Glow adalah merek yang sudah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada 2016 sedangkan PS Glow baru terdaftar pada 2021,” kata Arman Hanis, selaku kuasa hukum MS Glow, Rabu (13/7) dikutip dari Liputan6.com.
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya membuat banyak orang bingung. Pasalnya di pengadilan Negeri Medan pada tanggal 13 Juni 2022 dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Mdn telah memenangkan MS Glow. Dan di Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 12 Juli 2022 dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby dimenangkan oleh PS Glow dalam gugatannya.
Menurut Arman Hanis selaku kuasa hukum MS Glow, merek kliennya sudah duluan terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada 2016 atau tepatnya lima tahun sebelum PS Glow mendaftar, yaitu pada tahun 2021.
“Fakta hukum ini dengan jelas telah diabaikan oleh hakim. Bagaimana mungkin kami meniru sesuatu yang tidak atau belum ada?” ungkap Arman Hanis, Rabu (13/7).
Ada hal yang menarik dalam putusan kedua pengadilan tersebut. Pada putusan Pengadilan Negeri Medan dalam bunyi pertimbangan hukum majelis hakim menyatakan bahwa merek produk MS Glow sudah terlebih dahulu terdaftar dari nama merk PS Glow.
Selanjutnya, dalam bunyi pertimbangan hukum pada putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang diajukan oleh PS Glow mengatakan bahwa penggunaan merek MS Glow dinyatakan secara tanpa hak dan melawan hukum yang mana memiliki kesamaan dengan PS Glow. Selain itu, hakim juga meminta untuk menghentikan produksi dan perdagangan di wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Hakim juga mengatakan bahwa merek MS Glow terdaftar bukan untuk produk kecantikan melainkan untuk minuman serbuk teh.
Regulasi Merek di Indonesia
Berkaitan dengan kasus tersebut, Indonesia sebenarnya telah memiliki regulasi tentang Merek. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU Merek”).
Rekam jejak regulasi pengaturan tentang merek di Indonesia awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Namun aturan tersebut telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek yang kemudian dicabut dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang berlaku hingga sekarang.
Menurut regulasi tersebut, “Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa” (Pasal 1 UU Merek).
Pasal 1 ayat (6) menerangkan bahwa Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Selanjutnya yang dapat mengajukan hak atas merek adalah orang perseorangan atau badan hukum. Adapun persyaratannya disebutkan adalah pada pasal 4, saat mengajukan permohonan hak atas merek para pemohon harus mencantumkan:
a. Tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;
b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
c. Nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;
d. Warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna;
e. Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan
f. Kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa.
Hak atas merek akan diperoleh setelah merek tersebut terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Sebelumnya perlu diketahui bahwa ada larangan-larangan dalam pendaftaran merek.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 20 dengan bunyi: Merek tidak dapat didaftar jika:
- Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b. Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
c. Memuat. unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
d. Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;
Permohonan hak atas merek akan ditolak apabila jika diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 ayat (3). Apabila pemohon hak atas merek melanggar aturan yang telah ditetapkan maka hak atas merek tersebut akan dicabut.
Merek yang dilindungi dalam regulasi ini mencakup gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 dimensi atau 3 dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari dua atau lebih dari unsur tersebut.
Adapun mengenai teknis pendaftaran Merek, terdapat dalam dalam Permenkumham No. 67 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek dan telah mengalami perubahan dengan Permenkumham No. 12 Tahun 2021. Pasal 3 Permenkumham tersebut mengatur syarat apa saja yang harus dilengkapi oleh seseorang yang hendak mengajukan merek produknya untuk terdaftar dan dilindungi secara hukum. Diantaranya ialah bunyi ayat (3) Dalam mengajukan Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan dokumen: a. bukti pembayaran biaya Permohonan; b. label Merek sebanyak 3 (tiga) lembar, dengan ukuran paling kecil 2 x 2 cm (dua kali dua sentimeter) dan paling besar 9 x 9 cm (sembilan kali sembilan sentimeter); c. surat pernyataan kepemilikan Merek; d. surat kuasa, jika Permohonan diajukan melalui Kuasa; e. bukti prioritas, jika menggunakan Hak Prioritas dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Tata cara mendaftar bisa melalui dua cara, seperti bunyi pasal 6 “permohonan dapat dilakukan secara elektronik atau nonelektronik. Dokumen yang telah disebutkan dalam Pasal 3 ayat (3) Permenkumham akan diperiksa dalam jangka waktu paling lama 15 hari kerja”.
Pelanggaran dalam UU Merek Pasal 66 huruf e menyebutkan bahwa pelanggaran Indikasi Geografis berupa peniruan dan penyalahgunaan yang dapat menyesatkan seperti pembungkus pada kemasan, keterangan dalam iklan, keterangan dalam dokumen mengenai barang tersebut, informasi asal-usulnya yang dapat menyesatkan.
Perihal terjadinya sengketa para pihak bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Apabila keberatan terhadap putusan dari Pengadilan Niaga para pihak dapat mengajukan kasasi, hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 68 ayat (7) UU Merek.
Mengenai sengketa merek antara MS Glow dan PS Glow seharusnya bisa diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan terlebih dahulu, sebelum menempuh jalur hukum. Apabila secara kekeluargaan tidak memiliki jalan keluar dari permasalahan, maka bisa menempuh penyelesaian dengan mediasi. Atau bisa juga menempuh jalur arbitrase terlebih dahulu sebagai jalan alternatif. Karena, jika langsung menyerahkan kepada pengadilan akan berimbas pada produk yang selama ini telah beredar. ()