Belajar Hukum Ketenagakerjaan melalui Film Philadelphia

(Upaya Hukum Pekerja yang Terdiskriminasi Akibat HIV/AIDS)

Philadelphia merupakan salah satu film Hollywood yang membahas tentang HIV/AIDS, homoseksualitas dan homofobia. Film ini mengisahkan tentang Andrew Beckett, yaitu seorang advokat gay yang berkerja di Firma Hukum konservatif lalu dipecat karena menderita penyakit AIDS, padahal ia merasa kinerjanya memuaskan dan menganggap keputusan itu sebagai bentuk diskriminasi karena penyakit serta merasa ada sentimen orientasi seksual. Merasa tidak terima, ia mencari advokat yang mau membela dan bersedia menggugat tempat kerjanya. Akan tetapi, sudah sembilan advokat yang menolak karena penyakit AIDS sebelum akhirnya ia menemukan Joe Miller, seorang advokat kulit hitam yang benci gay, tetapi bersedia membela karena takjub akan kegigihannya yang mau berjuang melawan diskriminasi sembari menuntut hak yang seharusnya didapat meskipun harus berjuang melawan rasa sakit akibat AIDS. 

Film ini terinspirasi dari kisah nyata, yakni Geoffrey Bowers, seorang advokat gay yang bekerja di Firma Hukum Baker McKenzie. Geoffrey Bowers sendiri dipecat secara sepihak karena menderita HIV/AIDS. Akibatnya, ia mengajukan gugatan ke New York State Division of Human Rights pada tahun 1986 karena merasa mengalami diskriminasi akibat penyakit HIV/AIDS yang ia derita, padahal selama ia bekerja di Baker McKenzie kinerjanya memuaskan. Gugatan yang dilakukan oleh Geoffrey Bowers ini sama, seperti yang dilakukan oleh Andrew Beckett dalam Film Philadelphia, yaitu hak ganti rugi pembayaran kembali (upah) yang diperoleh apabila masih bekerja. Dalam hal ini, seorang pekerja berhak menuntut apa yang menjadi haknya termasuk itu hak bekerja dan perusahaan tidak bisa memecat pekerja secara sepihak karena itu melanggar hak seorang pekerja, kecuali jika pekerja tersebut melanggar peraturan yang mengakibatkan ia dipecat. 

Di Indonesia, perusahaan tidak boleh memecat pekerjanya secara sepihak hanya karena menderita HIV/AIDS, bahkan mereka berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang sama dengan pekerja/buruh lainnya sebagaimana yang diatur pada Pasal 2 huruf c Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia RI Nomor 68 Tahun 2004  tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV AIDS di Tempat Kerja (Kepmenaker 68/04). Selain alasan kesehatan tersebut, perusahaan juga tidak bisa melakukan diskriminasi atau pemecatan secara sepihak kepada pekerja karena alasan suku, ras, dan agama sebagaimana yang diatur pada Pasal 5 dan 6 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( UU Ketenagakerjaan). Di Indonesia, aturan mengenai hak para pekerja sudah diatur melalui UU Ketenagakerjaan. Berikut beberapa hak dasar bagi para pekerja, yaitu:

  1.     Hak dasar untuk memperoleh upah yang layak (Pasal 89 ayat (1));
  2.     Hak upah lembur (Pasal 77 ayat (2) dan Pasal 78 ayat (2);
  3.     Hak cuti tahunan, istirahat, dan libur (Pasal 79 ayat (1) dan (2)  serta Pasal 85 ayat (1);
  4.     Hak menyusui, cuti haid, melahirkan, dan keguguran;
  5.   Hak menyusui (Pasal 83);
  6. Hak cuti haid (Pasal 81 ayat (1));
  7.   Hak cuti melahirkan (Pasal 82 ayat (1));
  8. Hak cuti keguguran (Pasal 82 ayat (2));
  9.     Hak beribadah (Pasal 80);
  10.     Hak atas jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 99);
  11.     Hak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh (Pasal 104 ayat (1)).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seorang pekerja memiliki beberapa hak dasar demi kesejahteraan mereka dan apabila mereka tidak mendapatkan hak yang seharusnya didapat bisa mengajukan gugatan demi memperoleh hak tersebut. Selain itu, para pekerja juga tidak boleh mengalami diskriminasi, termasuk jika mereka yang menderita HIV/AIDS karena mereka juga memiliki hak yang sama dengan pekerja/buruh lainnya. Apalagi,  Pasal 3 Kepmenaker 68/04 telah mengatur bahwa pekerja/buruh dengan HIV/AIDS berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang sama dengan pekerja/buruh lainnya. 
()