oleh : Alfin Aulia Eki Saputra
Internship Advokat Konstitusi
Viral penemuan bayi laki-laki berusia 5 bulan ditemukan membusuk. Kabar ini sempat menghebohkan warga Surabaya terutama di kediaman sang bayi Siwalankerto. Dilaporkan kondisi sang bayi saat ditemukan oleh nenek kandungnya sendiri, Eti sudah dalam keadaan membusuk.
Bayi laki-laki berinisial AD ini ternyata sengaja ditinggalkan orangtuanya yang lebih memilih menghadiri acara Family Gathering di Yogyakarta. Bayi AD telah dinyatakan meninggal dunia pada hari Selasa (21/06) dan baru dilaporkan kepada RT setempat pada hari Minggu (26/06).
Alasan pelaku (ibu kandung bayi AD) menganiaya dikatakan karena anaknya yang sering rewel dan tak bisa diam. Lalu bayi itu tewas setelah 2 kali dibanting ke kasur. Pelaku tidak ingin merasa dengan tewasnya bayi AD menjadi penghalang dirinya dan sang suami untuk menghadiri acara Family Gathering tersebut.
Berdasarkan penyelidikan kepolisian, bayi malang tersebut sudah tewas sejak Selasa (21/06). Neneknya mengungkap kondisi bayi AD terbujur kaku tanpa adanya rengekan. Awalnya Eti, nenek dari bayi AD sudah tahu bahwa cucunya sudah tewas, tetapi karena diancam oleh pelaku akan membunuhnya apabila tewasnya bayi AD diberitahukan kepada keluarganya yang lain ataupun tetangga. Karena tidak tahan dengan bau busuk dari bayi AD, dilaporkannya kepada RT setempat untuk meminta dievakuasinya jasad bayi AD kepada pihak kepolisian.
Kapolsek Wonocolo Kompol Roycke Hendrik Fransisco dalam penjelasannya kepada wartawan mengatakan, “Pelaku merasa jengkel dan emosi karena korban suka menangis dan rewel apabila tersangka bertengkar dengan suaminya. Jadi, ini adalah salah satu alasan motif pelaku,” jelasnya.
Jerat Pidana Menanti
Bayi AD ini merupakan anak dari pasangan Eka dan suaminya, Riky yang melakukan pernikahan siri. Atas perbuatannya, pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap orang yang melanggar larangan menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)
Selain itu, pelaku juga dapat dijerat Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dan mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). Ia terancam hukuman 20 tahun penjara. ()