Dilanda Badai PHK: Bagaimana Upaya Hukum dan Hak Korban?

Oleh: Yukiatiqa Afifah

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali menyerang Indonesia. Badai PHK yang terjadi sejak awal tahun terus mengalami peningkatan dan diprediksi masih berlanjut hingga tahun 2023. Sepanjang tahun 2022 ini, perusahaan yang mengalami PHK banyak didominasi oleh perusahaan startup. Hal tersebut dibuktikan sepanjang tahun ini tercatat 18 perusahaan teknologi dalam negeri yang melakukan PHK kepada karyawannya. Perusahaan tersebut diantaranya:

  1. Ajaib

Perusahaan yang bergerak dibidang investasi ini melakukan PHK kepada 67 karyawannya. Selain itu, perusahaan ini juga memotong gaji jajaran manajemennya

  1. GoTo

PT Goto Gojek Tokopedia Tbk atau GoTo melakukan PHK terhadap 12 persen dari total karyawannya atau sebanyak 1.300 orang.

  1. Ruangguru

Perusahaan teknologi rintisan yang bergerak di bidang pendidikan non-formal, Ruangguru (PT Ruang Raya Indonesia) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan karyawannya.

  1. Shopee Indonesia

Pada 19 September 2022, PT Shopee Indonesia melakukan PHK terhadap sejumlah karyawannya. Berdasarkan sumber internal Shopee Indonesia, jumlah karyawan yang di-PHK sekitar 3 persen dari total karyawan.

  1. LinkAja 

PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) alias LinkAja telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ratusan karyawanya.

  1. Tokocrypto

erusahaan perdagangan aset kripto, Tokocrypto melakukan PHK karyawannya sebanyak 20 persen dari 227 karyawan atau sekitar 45 orang.

  1. Zenius

Startup teknologi edukasi Zenius melakukan PHK terhadap karyawan hingga 25 persen atau lebih dari 200 karyawan.

  1. Sicepat 

PT SiCepat Ekspres melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan karyawannya.

Tidak hanya terjadi pada perusahaan startup, badai PHK juga menyasar kepada  perusahaan asuransi, pabrik sepatu hingga industri media seperti CNN.  Selaras dengan itu, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang Januari hingga Oktober tahun 2022 (year to date) sudah 11.626 pekerja yang terkena PHK. Mengenai penyebab dari PHK sendiri, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya PHK tergantung dengan kondisi dan situasi internal perusahaan masing-masing. Namun pada umumnya,  Gelombang PHK ini ditujukan untuk melakukan efisiensi agar tidak mengalami kerugian secara terus menerus. 

            Di sisi lain, PHK yang dilakukan sangat merugikan tenaga kerja. Sebab tenaga kerja memiliki posisi yang rentan akibat relasi kuasa yang menyertainya. Posisi tenaga kerja sangat lemah dibandingkan dengan perusahaan yang dalam hal ini dijalankan oleh pengusaha. Tenaga kerja merupakan pihak yang paling membutuhkan pekerjaan sementara itu perusahaan sewaktu-waktu bisa saja menggantikan posisi mereka. Apalagi di masa pandemi saat ini, tenaga kerja kerapkali pasrah dan tidak berkutik ketika ia di PHK sehingga menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan. Meskipun dibantu oleh serikat pekerja, namun keberadaannya tidak begitu kuat sehingga membutuhkan peran pemerintah untuk memenuhi hak-hak mereka dalam bidang ketenagakerjaan. 

Berkaca pada hukum di Indonesia, sejatinya ketentuan mengenai PHK diatur dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang kemudian diubah dengan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) serta Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK). Menurut Pasal 1 Ayat 25 UU Ketenagakerjaan, Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Pada dasarnya, PHK tidak boleh dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang, PHK hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan tertentu. Adapun alasan-alasan yang membolehkan terjadinya PHK adalah: 

  1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh
  2. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian;
  3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun
  4. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure);
  5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
  6. Perusahaan pailit
  7. adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan tertentu

Mengenai PHK, pekerja, serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah harus mengupayakan terlebih dahulu agar tidak terjadi PHK. Namun jika PHK tidak dapat dihindari, maka perusahaan harus memberitahukan kepada pekerja dan/atau serikat pekerja maksud dan alasan dilakukannya PHK dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut maksimal 14 hari kerja sebelum PHK. Surat pemberitahuan memuat antara lain maksud dan alasan Pemutusan Hubungan Kerja, kompensasi
Pemutusan Hubungan Kerja serta hak lainnya bagi Pekerja/Buruh yang timbul akibat Pemutusan Hubungan Kerja.  Kemudian Dalam hal Pekerja/Buruh telah mendapatkan surat pemberitahuan dan tidak menolak Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha harus melaporkan Pemutusan Hubungan Kerja kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.

Akan tetapi, ketika pekerja/buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja menyatakan menolak PHK tersebut, maka upaya hukum yang dapat dilakukan adalah:

  1. Pekerja/Buruh harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan.
  2. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai Pemutusan Hubungan Kerja, penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja harus dilakukan melalui perundingan bipartit antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh. Adapun yang dimaksud dengan perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan, yang dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan.
  3. Dalam hal perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut, dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak kepada pekerja/buruh yang seharusnya diterima. Menurut PP No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK), ketentuan mengenai uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak adalah sebagai berikut:

Ketentuan Uang Pesangon

NO Masa Kerja Besaran Uang Pesangon 
1 Kurang dari satu tahun 1 bulan upah
2 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun 2 bulan Upah
3 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun 3  bulan Upah
4 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun 4  bulan Upah
5 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun 5  bulan Upah
6 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun 6  bulan Upah
7 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun 7 bulan Upah
8 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun 8 bulan Upah
9 8 tahun atau lebih 9 bulan Upah

 

Ketentuan Uang Penghargaan

NO Masa Kerja Besaran Uang Penghargaan 
2 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun 2 bulan Upah
3 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun 3  bulan Upah
4 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun 4  bulan Upah
5 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun 5  bulan Upah
6 15 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 18 tahun 6  bulan Upah
7 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun 7 bulan Upah
8 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun 8 bulan Upah
9 24 tahun atau lebih 10 bulan Upah

 

Ketentuan Uang Penggantian Hak 

Sementara itu, Uang penggantian hak yang seharusnya diterima meliputi:

  1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  2. biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat dimana Pekerja/Buruh diterima bekerja;
  3. hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

()