oleh : Rivaldo Bastanta Singarimbun
Internship Advokat Konstitusi
Politik sering sekali menimbulkan polemik, di tengah-tengah banyaknya aksi yang menggelitik, dan mempertontonkan banyak sekali elit. Sudahkah sebenarnya kamu mengerti esensi atau pengertian singkat dari politik? Bahkan, di lingkunganmu sendiri pun tak jarang orang memakai kata politik, untuk sesuatu yang dianggapnya tidak relevan atau memakai cara-cara yang licik untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Contoh sederhananya, ketika ada 2 orang anak di suatu keluarga kecil. Anak yang pertama adalah seorang perempuan, dan anak yang kedua adalah seorang lelaki. Anak kedua sangat pandai dan handal dalam mendapatkan hati kedua orangtuanya, dan tak jarang ia mendapatkan apa yang ia mau, setelah bekerja dan menyenangkan hati orang tuanya. Berbeda halnya dengan anak pertama yaitu seorang perempuan, yang hanya kebanyakan diam, mengerjakan pekerjaan rumah, dan tak jarang merasa iri dengan adiknya dan berkata yang dilakukan adiknya itu adalah akal-akalannya sendiri, atau sering disebutnya dengan politik? Lantas apa sebenarnya arti sederhana politik? Sederhananya politik itu sebenarnya adalah “Banyak strategi/taktik”, yang sering dikaitkan dengan kontestasi politik di Indonesia atau yang sering disebut dengan Pemilu (Pemilihan Umum).
Perjalanan menuju kontestasi politik yang sesungguhnya, harus dilakukan dengan menyediakan terlebih dahulu konsep yang akan kita jual ke depannya. Hal sederhana seperti ini pun, sering sekali tidak diketahui bagi elit-elit politik yang ingin mencalonkan diri. Banyak dari mereka yang hanya memanfaatkan elektabilitas dirinya atau partai politik yang mengusung dirinya. Sehingga menghiraukan konsep yang di dalamnya terdapat visi misi, program kerja dalam kurun waktu dekat, menengah dan panjang. Dalam kontestasi politik sering terjadi ketidaksepahaman antara konsep yang digunakan saat proses kampanye yang dalam hal ini merupakan mekanisme dari pemilu, dengan apa yang dilakukan setelah terpilih dari segala proses pencalonan, berarti dalam hal ini tujuan secara utuh terpenuhi. Lalu sebenarnya apa yang mempengaruhi, sehingga tidak koheren antara konsep yang ditawarkan di awal dan apa yang dilakukan di akhir? Sebenarnya ini adalah salah satu polemik dalam ranah kontestasi politik yang terjadi di Indonesia hingga saat ini. Mudah saja menjawab pertanyaan tersebut, hal tersebut terjadi tak lain dan tak bukan adalah akibat banyaknya intervensi dari partai politik pengusungnya, dan beberapa partai politik pendukung. Yang sering disebut dengan janji-janji politik, dan mengapa hal tersebut wajib digenapi? Karena sifatnya yang sudah genetik, dan sebagai balas budi untuk mereka-mereka yang menyukseskan atau memenangkan calon yang terpilih.
Kontestasi politik bukan hanya berbicara mengenai pemilu saja, melainkan lebih dari itu. Lalu setelah terpilih bagaimana? Hanya melanjutkan program kerja yang sebelumnya? Bagaimana dengan peran oposisi atau sering disebut dengan barisan sakit hati? Setelah menjelaskan salah satu polemik dalam kontestasi politik yang telah diuraikan di atas, selanjutnya kita akan membahas terkait dengan eksistensi atau peranan dari oposisi dalam ranah politik yang terjadi di Indonesia. Dalam KBBI dijelaskan bahwa pengertian dari kata oposisi adalah kata oposisi adalah partai penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa. Dalam buku yang ditulis oleh Miriam Budiardjo tentang “Dasar-dasar ilmu politik”, oposisi secara eksplisit sebenarnya dibagi menjadi 2 sub bagian, ada oposisi yang sifatnya membangun, dan oposisi yang sifatnya menjatuhkan. Singkatnya begini, oposisi yang sifatnya membangun akan mengkritik berdasarkan 3 elemen yang dikemukakannya di hadapan publik atau langsung di kemukakan di hadapan pemerintah yang bersangkutan. Ketiga elemen tersebut antara lain yang pertama menentukan fakta yang terukur dan jelas dilihat dari sumber yang dikemukakan, yang kedua melihat ataupun menentukan masalah apa yang terjadi dikaitkan dengan fakta yang sudah diajukan di awal, dan yang terakhir oposisi yang membangun tidak hanya tahu masalah mengkritik dan mengkritik saja, namun memberikan solusi yang terbaik atas permasalahan yang terjadi. Namun, di balik itu semua sebenarnya ada terjadi polemik di dalamnya, yaitu bagaimana jika ketiga elemen tersebut tidak koheren atau tidak bersesuaian? Nah, yang biasa dipakai oleh oposisi tersebut adalah “politik praktis”, karena mungkin setelah ketiga elemen tersebut ternyata tidak bersesuaian, agar jalannya mengkritik tidak berhenti, ia memakai cara-cara yang tidak relevan lagi dengan istilah oposisi yang membangun, atau bahkan menyuarakan ujaran kebencian, hoax dan lain sebagainya. Jika dilihat dari peranan atau subjek yang dapat menjadi pihak oposisi sebenarnya tidak ada diatur secara rinci atau legal dalam suatu peraturan. Namun pada hakikatnya, semua orang dapat menjadi oposisi, termasuk rakyat. Yang pada dasarnya, masing-masing mempunyai tujuan yang sama, yakni untuk menciptakan tatanan dan situasi politik yang baik, sehingga dapat menciptakan sistem pemerintahan yang kondusif serta terciptanya kebijakan publik yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
“Politik dapat diibaratkan seperti permainan sepak bola, yang menentukan taktik dan strategi adalah pelatih sedangkan peran utamanya adalah pemain”
Permainan sepak bola selalu menyajikan pertandingan yang menarik, memanjakan mata para penikmatnya, dengan strategi dan permainan yang ditunjukkan oleh para pemain dan pelatih. Penjaga gawang diibaratkan sebagai petahana atau orang-orang yang menjabat masa-masa sekarang ini, jika mereka tidak menyajikan strategi atau taktik yang baik, mereka akan mudah untuk diserang oleh pihak-pihak lawan atau dalam hal ini oposisi yang mungkin memiliki strategi yang berbeda untuk membungkam gawang mereka. Jika para pihak petahana sudah melewati garis atau offside, dapat dengan mudah celah tersebut digunakan oleh pihak lawan atau oposisi untuk menyerang balik mereka atau dalam sepak bola dikenal dengan istilah offside. Jika ada dari pihak-pihak pemain mentackle atau melukai pihak lawan dapat dikenakan kartu kuning. Dalam hal ini yang menjadi hakim garis dan wasit utama adalah rakyat, dan mereka berhak untuk memberikan peringatan atau dalam hal ini kartu kepada pihak oposisi atau petahana yang mungkin selama ini memakai cara-cara yang licik dalam kontestasi politik, atau bahkan mencederai atau menyalahgunakan jabatan yang mereka punya. Dan yang tak kalah penting adalah apakah mereka sudah menjalankan program kerja yang tujuannya adalah sepenuhnya kepada rakyat secara umum, atau hanya untuk kepentingan pribadi mereka yang sifatnya untuk memperkaya diri sendiri saja?
“Demokrasi tanpa pendidikan, adalah hal yang mustahil untuk dicapai”
Politik menjadi hal yang sangat tidak menarik jika tidak dikaitkan dengan yang namanya prinsip-prinsip demokrasi, khususnya ketika kita membahas politik yang terjadi di Indonesia. Sederhananya pengertian negara demokrasi adalah pemerintah dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada rakyat. Lantas apa-apa saja prinsip dari negara demokrasi, salah satu ahli politik dan pemerintahan yakni Utrecht, mengklasifikasikannya menjadi beberapa bagian:
- Proteksi konstitusional (Jaminan hukum terhadap HAM, dan prinsip “Equality before the law”
- Peradilan yang bebas
- Pemilu yang bebas
- Kebebasan berserikat
- Tugas oposisi
- Pendidikan civic (Kewarganegaraan)
Terkait dengan prinsip-prinsip negara demokrasi tersebut sudah dijelaskan secara eksplisit dan tegas di dalam konstitusional negara republik Indonesia, yaitu UUD 1945, masing-masing di beberapa pasal dalam UUD 1945. Negara yang menganut sistem demokrasi yang pada dasarnya adalah pemerintah yang dari, oleh dan untuk rakyat, erat kaitannya dengan pihak oposisi, karena memang keberadaan mereka diakui dalam negara demokrasi. Dalam sistem pemerintahan apapun, termasuk sistem presidensial menerangkan bahwa oposisi ini diperlukan untuk menjamin kebijakan dan segala hal yang dikerjakan oleh penguasa, dapat diawasi dan dipertanyakan tujuan dari pembangunan yang dilakukan. Bisa kita bayangkan bahwa ketika pemerintah yang berkuasa tidak diawasi oleh rakyat atau oposisi yang sebelumnya kalah dalam kontestasi, dapat menimbulkan kesewenang-wenangan. Apalagi sama-sama kita ketahui bahwa cost politik di Indonesia hari ini tidak murah, didorong karena perekonomian yang tidak stabil. Tidak jarang penguasa atau wakil rakyat yang terpilih, memanfaatkan jabatannya untuk menggantikan uang politik yang dihabiskan saat mengikuti kontestasi. Pada akhirnya menyebabkan oligarki yang mendarah daging bagi pejabat yang berkuasa. Oposisi memeran peran yang cukup vital, demi kemajuan suatu negara dan pemerintah yang ada di Indonesia. Dengan adanya prinsip negara demokrasi tersebut, jika memang eksistensinya diakui dan rakyat serta pemerintah dan juga oposisi memahami konsep tersebut, maka polemik konteksasi di Indonesia sebenarnya bisa kita selesaikan bersama dan kita tanggulangi dengan menerapkan beberapa prinsip tersebut. Sehingga terjadi kontestasi politik yang benar-benar nyata dan sesuai dengan harapan masyarakat. Memang paradigma tersebut susah untuk dicapai karena masih banyaknya barisan-barisan sakit hati yang haus akan kekuasaan, dan juga beberapa elit politik yang masih saja ingin berkuasa di atas kepemimpinannya sekarang ini. Sehingga polemik tersebut masih saja menghantui ranah politik Indonesia hingga saat ini. ()