Oleh: Rahmat
(Internship Advokat Konstitusi)
Di negeri Sakura, bisnis sewa pacar bukan merupakan sesuatu hal yang baru dan aneh. Bisnis ini bahkan sudah lama ada dan berkembang di sana. Salah satu nama bisnisnya adalah Tokyo Rent Kano. Seperti yang tertulis di dalam websitenya, apabila seseorang ingin “menyewa” pacar maka mereka harus merogoh kocek sebesar 6.000 JPY atau sekitar Rp 830.000 untuk durasi satu jam. Tentu saja itu tidak termasuk biaya lain, seperti transportasi, makan, dan lain sebagainya. Selain itu, mereka harus menyewa pacar minimal untuk 2 jam kencan. Sehingga, mereka setidaknya perlu merogoh kocek sekitar 12.000 JPY atau Rp1,6 juta untuk sekali kencan.
Lantas Bagaimana dengan Indonesia?
Meskipun pasal 27 ayat 2 UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa setiap WNI berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tapi bagaimana dengan bisnis yang satu ini? Di Indonesia sendiri, bisnis sewa menyewa pacar bukan merupakan hal yang baru. Nyatanya bisnis tersebut sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu.
Sebagaimana dikutip dari merdeka.com EN, salah satu mahasiswi fakultas ekonomi di salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) di Surabaya Jawa Timur, merupakan salah satu contoh dari sekian banyak orang yang menggeluti usaha sewa sewa pacar ini. Bahkan EN mengaku telah berbisnis jasa ‘Pacar Sewaan’ hingga mempunyai kurang lebih 7 anak buah. EN mengatakan bahwa untuk sekali booking, per jamnya dia bandrol seharga Rp75.000. Dari tarif itu, dirinya mendapat komisi sebesar 40 persen. Bisnis yang dikelola EN ini diakui laris manis ketika musim nikah, tahun baru, hari libur panjang, pesta ulang tahun lelaki single yang masih gengsi karena tak punya pacar, atau pemuda yang didesak orangtuanya untuk segera menikah.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah bisnis sewa menyewa pacar ini legal di Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka bukan hanya KUHPerdata yang dipakai, namun sejumlah peraturan yang lain pun perlu kita lihat, seperti KUHP, UU ITE, hingga UU Pornografi. Namun, dalam tulisan ini penulis akan memfokuskan pada analisis secara hukum perdata.
Pada umumnya, suatu bisnis muncul dari adanya suatu perjanjian atau kontrak antara produsen dengan konsumen atau antara pemilik bisnis dengan klien. Menurut Subekti dalam bukunya berjudul Hukum Perjanjian mendefinisikan perjanjian sebagai suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Lantas apa perbedaan antara perjanjian dengan perikatan? Dalam buku yang sama Subekti menjelaskan bahwa perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sehingga, menurutnya hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.
Selain itu, Ricardo Simanjuntak dalam bukunya Hukum Kontrak Teknik Perancangan Kontrak Bisnis menyatakan bahwa kontrak merupakan bagian dari pengertian perjanjian. Perjanjian sebagai suatu kontrak merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat para pihak yang pelaksanaannya akan berhubungan dengan hukum kekayaan dari masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut. Sehingga, apabila dikaitkan dengan bisnis sewa pacar, maka telah terjadi suatu perikatan antara pemilik bisnis sewa pacar dengan penyewa atau klien yang mana perikatan tersebut muncul dari adanya kontrak atau perjanjian sewa pacar.
Namun,agar suatu perjanjian sah menurut hukum, maka perjanjian tersebut harus memenuhi ketentuan yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Kemudian menurut pendapat penulis, bisnis sewa-menyewa pacar ini sudah memenuhi semua syarat sah dari suatu perjanjian. Namun, terdapat satu syarat yang memerlukan catatan tambahan yaitu syarat suatu sebab yang halal.
Sebab yang halal adalah isi perjanjian itu sendiri adalah menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum. Sehingga, apabila dalam perjanjian antara pemilik bisnis sewa pacar dengan kliennya terdapat sejumlah hal yang melanggar norma kesusilaan serta peraturan perundang-undangan yang ada, maka perjanjian tersebut batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada perjanjian di antara mereka. Jadi, jika ada hal-hal yang menjurus pada prostitusi atau hal-hal terkait serta melanggar norma kesusilaan maka bisnis sewa pacar otomatis menjadi ilegal.
Selain itu, patut diingat bahwa good faith atau itikad baik harus tetap dibawa dalam kegiatan bisnis apapun, termasuk bisnis sewa pacar ini. Prinsip good faith (itikad baik) tidak lain adalah “kejujuran” dalam perilaku atau kejujuran dalam bertransaksi dagang, termasuk di dalamnya adalah kejujuran dalam fakta dan penghormatan terhadap standar-standar dagang yang wajar dan transaksi dagang yang jujur.
Adapun ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang perlu diperhatikan bagi pihak yang tertarik dengan bisnis ini.
- UU Pornografi (pasal 4 ayat 2, pasal 30)
- UU ITE (pasal 27 ayat 1, pasal 45 ayat 1)
- KUHP (pasal 284, pasal 296, pasal 506)
Sehingga, dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila bisnis sewa pacar yang dijalankan sudah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian, maka bisnis tersebut, menurut pendapat penulis, sah secara hukum. ()