Potensi Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Perda-Perda Bernuansa Agama

Oleh : Michael

Perjuangan reformasi berperan besar dalam mewujudkan perubahan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia. Sebelumnya kita melaksanakan pemerintahan yang sentralistis pada masa orde baru. Hingga pada akhirnya setelah beberapa amandemen UUD NRI tahun 1945, kita mengenal adanya otonomi daerah atau pengurusan suatu daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerahnya sendiri secara mandiri. Namun sayangnya penerapan otonomi daerah yang tanpa batas menghadirkan beberapa Pemerintah daerah menerbitkan Perda-perda bernuansa agama tertentu yang keberadaannya ditolak pada masa orde baru.

Terdapat beberapa perda agama yang cenderung melakukan pemaksaannya terhadap pemeluk agama lain. Yang terbaru adalah kasus yang terjadi di Kota Serang dimana pada bulan puasa, rumah makan dilarang berjualan selama waktu puasa berlangsung. Atau bahkan pemaksaan penggunaan jilbab bagi siswa non-muslim yang berada di padang. Oleh karena itu akhirnya terbitlah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang telah memisahkan urusan-urusan apa saja yang menjadi urusan pusat dan urusan daerah. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 2014 tersebut, agama merupakan urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pusat. Namun sayangnya pada implementasinya masih banyak daerah yang membuat peraturan maupun penetapan yang bernuansa agama.