Oleh : Michael
Seiring berjalannya waktu, pengaturan mengenai PPKM kerap kerap kali mengalami perubahan dalam berbagai bidang. Yang mulanya sektor non esensial yang awalnya tidak boleh sama sekali, sekarang sudah mulai dilonggarkan bagi masyarakat kecil dengan berbagai persyaratan; perubahan soal boleh dan tidaknya pelaksanaan peribadatan; dan masih banyak lagi. Salah satu perubahan yang baru adalah pergeseran kebijakan mengenai transportasi pribadi di Jakarta. Yang mulanya menggunakan pos penyekatan, sekarang berubah menjadi aturan ganjil genap. Hal ini sebagaimana diatur di dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Nomor 320/2021. Adapun daftar delapan ruas jalan di Jakarta yang menerapkan sistem ganjil genap terdiri dari berikut:
- Jalan Sudirman;
- Jalan MH Thamrin;
- Jalan Merdeka Barat;
- Jalan Majapahit;
- Jalan Gajah Mada;
- Jalan Hayam Wuruk;
- Pintu Besar Selatan;
- Jalan Gatot Subroto
Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta,penerapan ganjil genap ini diberlakukan kembali dengan tujuan mengatur serta mengurangi mobilitas warga. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ditlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambado Yogo yang menyatakan “Tujuannya untuk membatasi mobilitas kendaraan ganjil-genap pada pukul 06.00-20.00 WIB, guna menekan kasus COVID-19.”
Namun pengaturan tersebut justru dengan pendapat para ahli. Misal, Sony Susmana, Trainer dari Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) yang menyatakan bahwa bagi pengguna mobil pribadi memang tidak terlalu rentan tertular virus. Berbeda dengan pengemudi motor atau pengguna kendaraan umum, yang memang harus bersinggungan dengan udara atau orang lain secara langsung.
Selain itu kritik juga disampaikan oleh penganalisis kebijakan transportasi, Azas Tigor Nainggolan. Menurut Beliau, Para pekerja banyak yang bertempat tinggal di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Selain itu, Tidak ada hubungan antara penanganan penularan pada masa pandemi Covid-19 dengan kebijakan ganjil genap. Karena ganjil genap adalah untuk mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi, bukan untuk mengendalikan pergerakan orang di Jakarta. Juga kebijakan ganjil genap itu adalah produk strategi pengendalian yang dilahirkan pada masa normal. Salah jika Pemprov DKI Jakarta ingin tetap menerapkan kebijakan ganjil genap pada masa pandemi Covid-19.
Menurut penulis, tentu saja pembatasan aktivitas bagi orang yang tidak memiliki keperluan tertentu merupakan salah satu langkah yang baik guna menekan angka penyebaran Covid-19. Namun dalam kasus penerapan ganjil genap ini dirasa kurang tepat, karena banyak pekerja dari luar jakarta maupun dalam jakarta yang bermobilitas menggunakan mobil. Setidaknya sektor esensial terdiri dari sektor keuangan dan perbankan, hanya meliputi asuransi, bank, pegadaian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan (yang berorientasi pada pelayanan fisik dengan pelanggan atau customer). Juga sektor kritikal seperti kesehatan, keamanan dan ketertiban masyarakat, penanganan bencana, energi, Logistik, transportasi, dan distribusi terutama untuk kebutuhan pokok masyarakat, makanan dan minuman, serta penunjangnya, termasuk untuk ternak atau hewan peliharaan, Pupuk dan petrokimia.
Belum lagi pembukaan beberapa bidang seperti Warteg/Warung makan, restoran, cafe, barbershop, pasar rakyat, toko kelontong dan masih banyak lagi. Bahkan sesuai dengan pendapat penganalisis kebijakan transportasi yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa banyaknya para pekerja yang bertempat tinggal di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Hal ini menunjukan banyaknya jumlah pekerja yang Work From Office, sehingga transportasi menjadi salah satu unsur yang penting.
Oleh karenanya, Apabila penerapan ganjil genap kembali diberlakukan, maka justru yang akan memindahkan pekerja dari mobil pribadi ke transportasi umum. Di sisi lain, jumlah transportasi umum tidak ditambah, namun justru dikurangi kapasitasnya serta armadanya sebanyak 50%. Dengan pengaturan ganjil genap seperti ini justru akan membuat kerumunan baru pada transportasi kendaraan umum. Apalagi sejatinya sudah terdapat persyaratan vaksin bagi para pekerja untuk dapat melaksanakan kegiatannya selama PPKM ini (seharusnya sudah cukup dalam upaya penanggulangan Covid-19).
Gustav Radbruch pernah menyatakan bahwa hukum tidak hanya berdasarkan keadilan serta kepastian, namun juga harus menghadirkan kemanfaatan. Sedangkan dalam pengaturan ganjil genap ini penulis sama sekali tidak melihat manfaat yang nyata, terutama bagi para pekerja baik sektor esensial, kritikal dan lain-lain. Sebaliknya kebijakan ganjil genap justru akan berpotensi menyebabkan kerumunan pada kendaraan umum. Oleh karenanya baiknya pelaksanaan ganjil genap ini dikaji kembali pemberlakuannya, atau paling tidak dengan memberikan kekhususan bagi pekerja agar dapat melakukan mobilitas secara normal menggunakan mobil pribadi tanpa dikenai ganjil genap. ()