oleh : Oliviani Yanto
Internship Advokat Konstitusi
Walaupun putusan MK bersifat final dan binding, namun dalam praktiknya tidak semua putusan tersebut dapat dieksekusi. Hal tersebut diungkapkan oleh Hakim Konstitusi, Wahiduddin Adams, saat memberikan Kuliah Umum dengan topik “Kepatuhan Lembaga Negara dalam Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember, Sabtu (16/7).
Acara dilaksanakan secara hybrid dengan jumlah peserta online melalui zoom mencapai 100 (seratus) orang. Acara ini dibuka dengan sambutan dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember yaitu Suyatna,SH.,MH dan dipandu oleh moderator Aris Yuni Pawestri,SH.,MH.
Dalam penjelasannya Wahiduddin berpendapat , Putusan MK dibagi menjadi 2 (dua) jenis. Pertama, putusan yang secara langsung dapat dilaksanakan sejak putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap (self-executing). Jenis putusan ini akan langsung secara efektif berlaku tanpa perlu tindak lanjut dalam bentuk kebutuhan implementasi perubahan undang-undang yang telah diuji.
Kedua, putusan yang membutuhkan tindak lanjut tertentu (non- self executing). Jenis putusan ini harus menunggu perubahan atas undang-undang yang telah dibatalkan jika addressat putusan tersebut berkaitan dengan legislatif. Dalam hal, lembaga eksekutif sebagai addressat putusannya, dibutuhkan prosedur birokratis agar putusan tersebut dapat dilaksanakan secara konsekuen.
“Sejumlah putusan MK yang tidak dipatuhi, antara lain Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 dan Putusan MK Nomor 10/PUU-XV/2017. Ia menjelaskan secara normatif, Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 telah dipatuhi oleh KPU dengan diterbitkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 yang materi perubahan PKPU a quo mengakomodir putusan MK.” ucap Wahiduddin.
Beliau menambahkan putusan MK yang tidak dipatuhi dibuktikan dengan keluarnya Putusan MA Nomor 65 P/HUM/2018 yang justru membatalkan PKPU Nomor 26/2018 tersebut. Dengan demikian, bentuk ketidakpatuhannya diwujudkan secara praktis dalam proses atau putusan pengadilan. Beliau beranggapan bahwa MK tidak memiliki perangkat ataupun aparat untuk mengawasi serta mengeksekusi putusan MK. Pada akhirnya, pelaksanaan Putusan MK dalam pelaksanaannya kembali kepada kesadaran setiap warga negara. ()