Hanya Minta Maaf Kasus Pidana Selesai?

oleh : Alfin Aulia Eki Saputra

Internship Advokat Konstitusi

Negara dalam menjatuhkan pidana harus menjamin kemerdekaan individu dan menjaga agar pribadi manusia tetap dapat dihormati. Oleh sebabnya, pemidanaan suatu perkara pidana harus memiliki tujuan dan fungsi yang dapat menjaga keseimbangan individu dengan kepentingan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan bersama. Bersamaan pada pembahasan kali ini, sempat viral di media sosial terkait pencurian coklat di salah satu gerai Alfamart Sampora, Tangerang. Salah satu karyawan Alfamart berhasil memergoki pelaku dan merekamnya beserta barang bukti cokelat yang dibawa pergi tanpa membayarnya. Tak terima, si pencuri coklat menuntut karyawan Alfamart untuk meminta maaf. Tetapi seiring dengan viralnya video permintaan maaf dari karyawan Alfamart, kasus tersebut justru berakhir damai yang mana anak dari pencuri coklat yang menyampaikan permintaan maaf.

Permohonan maaf dalam penyelesaian perkara pidana dalam bentuk pemberian maaf kepada pelaku tindak pidana tertentu, diberikan oleh korban maupun keluarga korban. Konsep permohonan maaf dalam penyelesaian perkara pidana kerap diberikan namun terhadap kasus tertentu. Terdapat tiga pokok yang menjadi dasar tujuan pemidanaan, yaitu dasar ketuhanan, dasar falsafah, dan dasar perlindungan hukum. Hal ini mengindikasikan secara umum bahwa tujuan pemidanaan adalah langkah yang baik untuk menentukan arah yang jelas dan terukur dalam pemidanaan. Terkait permohonan maaf dalam penyelesaian perkara pidana juga dikenal dalam hukum pidana dengan istilah konsep rechterlijk pardon atau judicial pardon. Konsep ini juga dianut oleh hukum Belanda, di mana hukum dapat memberikan pemaafan terhadap terdakwa.

Judicial pardon merupakan konsep yang ditawarkan oleh perancang undang-undang untuk penanganan tindak pidana yang ringan atau tidak terlalu berat. Konsep judicial pardon diatur dalam Pasal 60 ayat (2) RKUHP per 2 Februari 2018. Pasal tersebut mengatur kategori penerapan judicial pardon sebagai dasar pertimbangan hakim yaitu ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat dan keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana atau yang terjadi kemudian. Permohonan maaf dalam penyelesaian perkara pidana diakomodir secara implisit dalam proses perdamaian. Dalam beberapa tindak pidana tertentu, khususnya dalam kategori tindak pidana ringan diperbolehkan melakukan perdamaian.

Kasus yang sering ditemui yang berakhir dengan permohonan maaf adalah dalam kasus kecelakaan lalu lintas, tindak pidana yang dilakukan oleh anak di bawah umur, serta perbuatan lainnya yang merupakan tindak pidana ringan dengan kategori delik aduan. Tindak pidana ringan dijelaskan dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP menyatakan, yang memeriksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian ini. Dalam proses penyelesaian tindak pidana ringan masih tetap memerlukan peradilan formal, sehingga dapat dinilai bahwa proses waktu penyelesaian akan lama tergantung dari jenis tindak pidana yang dilakukan.

Permohonan maaf dalam penyelesaian perkara pidana memiliki nilai utama yang dapat dilihat dari nilai efektivitas waktu dan cepatnya penyelesaian suatu tindak pidana tanpa harus melalui proses peradilan formal. Proses pemberian maaf perlu dilakukan pelaku dengan sungguh-sungguh dan beritikad baik meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan kepada korban dan prosesi permohonan maaf tersebut harus disaksikan oleh mediator. ()