Hukum Memandang Keselamatan dan Kesehatan dalam Kerja

oleh : Diyah Ayu Riyanti

Internship Advokat Konstitusi

Keselamatan dan kesehatan kerja hakikatnya dimiliki oleh setiap pekerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berguna untuk  mendapatkan perlindungan diri pada saat bekerja. Selain itu, K3 juga Memberi jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Pada pasal  Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Setiap tenaga kerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: 

  1. Keselamatan dan kesehatan kerja, 
  2. Moral dan kesusilaan, 
  3. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.

K3 diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (“UU 1/1970”). Undang-undang tersebut mengatur tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja. Ketentuan keselamatan kerja berlaku dalam tempat kerja yakni:

  1. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan
  2. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang: dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
  3. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan;
  4. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
  5. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
  6.  dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
  7. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
  8. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
  9. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
  10. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
  11. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
  12. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
  13. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
  14. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;
  15. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
  16. dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
  17. diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik. 

Standar K3 diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PP SM3K). Saat menerapkan SMK3, setiap perusahaan wajib melakukan

  1. penetapan kebijakan K3;
  2. perencanaan K3;
  3. pelaksanaan rencana K3;
  4. pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
  5. peninjauan dan peningkatan kinerja Sistem Manajemen K3

Untuk mewujudkan K3, pemberi kerja perlu mengikuti prinsip-prinsip berikut:

  • Menyediakan alat pelindung diri (APD) di tempat kerja. 
  • Menyediakan buku petunjuk penggunaan alat atau isyarat bahaya. 
  • Menyediakan peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab. 
  • Menyediakan tempat kerja yang aman sesuai standar syarat-syarat lingkungan kerja (SSLK). Contohnya, tempat kerja steril dari debu kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan, kebisingan; aman dari arus listrik; memiliki penerangan yang memadai; memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang seimbang; dan memiliki peraturan kerja atau aturan perilaku di tempat kerja. 
  • Menyediakan penunjang kesehatan jasmani dan rohani di tempat kerja. 
  • Menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap di tempat kerja. Memiliki kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja. 
  • Membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Pasal 12 UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, kewajiban dan hak tenaga kerja adalah sebagai berikut :  

  1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja 
  2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan 
  3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan 
  4. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan 
  5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.

Dalam penjelasan tersebut, tertulis jelas bahwa perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dilindungi dan diatur dalam peraturan perundang-undangan.  Setiap pemberi kerja wajib mematuhi aturan tersebut. Apabila pemberi kerja tidak mematuhi aturan tersebut, maka dapat diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. ()