Oleh: Novi Huriyani

Tragedi Depo pertamina plumpang yang telah beroperasi sejak tahun 1974 ini, terbakar pada Jumat (3/3) malam dan menyebabkan belasan orang meninggal dunia di Tanah Merah, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara. Atas kejadian ini muncul wacana, apakah nantinya  Depo Pertamina Plumpang atau Pemukiman warga yang akan di relokasi. Namun, sebagian besar warga Tanah Merah menolak wacana relokasi dari kawasan tersebut usai musibah kebakaran yang menimpa Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) milik PT Pertamina (Persero). 

Dengan hanya memiliki Surat izin mendirikan bangunan (IMB) menjadi pegangan bagi warga Tanah Merah dianggap sebagai bukti sah atas pengelolaan lahan permukiman di sekitar Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara. Penerbitan IMB kawasan itu pun akhirnya menimbulkan polemik di publik lantaran izin tersebut tidak dibarengi dengan legalitas kepemilikan lahan serta permukiman yang berada di kawasan berbahaya. 

Sedangkan izin yang mereka kantongi itu merupakan IMB kawasan yang diterbitkan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 2021. Anies mengeluarkan IMB untuk kawasan Kampung Tanah Merah Jakarta Utara. Dengan demikian, penerbitan IMB tidak diberikan per bangunan tetapi diberikan per rukun tetangga (RT).

IMB kawasan tersebut, kata Anies, merupakan solusi dari Pemprov DKI atas persoalan masyarakat yang menghadapi kesulitan mengakses berbagai perizinan bangunan. “Ini adalah jalan tengah yang kami ambil untuk menyelesaikan masalah bangunan yang berada di tanah yang status legalnya belum tuntas tetapi mereka faktanya ada di sini sudah puluhan tahun,” ujar Anies, Sabtu (16/10/2021). 

Pada kesempatan itu, Anies juga meresmikan sejumlah infrastruktur di sana yang merupakan harapan warga Jakarta yang menginginkan kebutuhan dasar layak. Lurah Rawa Badak Selatan Suhaena mengakui bahwa mayoritas warga yang tinggal di dekat Depo Pertamina Plumpang tidak memiliki sertifikat kepemilikan tanah. “Kalau (di sana) itu, IMB kawasan. Jadi, untuk mengakui bangunan saja, tapi bukan untuk lahan,” kata Suhaena kepada wartawan di Jakarta Utara, Minggu (5/3/2023).

Dalam kontrak politik itu warga menuntut Anies untuk memenuhi hak dan memberikan perlindungan bagi warga Tanah Merah. Salah satunya, warga Tanah Merah meminta untuk melegalkan kepemilikan tanah karena mereka telah menetap selama lebih dari 20 tahun.

“Melegalisasi kampung-kampung yang dianggap ilegal. Kampung-kampung yang sudah ditempati warga selama 20 tahun dan tanahnya tidak bermasalah akan diakui haknya dalam bentuk sertifikasi hak milik,” kata Koordinator Forum Komunikasi Tanah Merah Bersatu, Purwanto di hadapan Anies Baswedan, Minggu (2/10).

Lalu, apakah bisa Memiliki IMB tanpa memiliki SHM terlebih dahulu? 

Pengamat tata kota Yayat Supriatna mengatakan, sebenarnya seseorang tak bisa memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebelum memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). Pernyataan Yayat berkaitan dengan sejumlah warga sekitar Depo Pertamina Plumpang yang hanya memiliki bekal IMB Sementara untuk lahan yang mereka tinggali.  “Mana boleh (punya IMB sebelum punya sertifikat lahan)? Enggak bisa,” ujar Yayat saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/3/2023). Ia pun mempertanyakan proses penerbitan IMB warga Tanah Merah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 

Ia yakin ada prosedur yang salah terhadap penerbitan IMB di kawasan Tanah Merah itu. “Karena IMB itu persyaratannya dibangun di atas tanah milik sendiri atau atas nama sendiri. Ini enggak punya sertifikat, tapi bangun di atas tanah milik orang lain, enggak bisa,” lanjut dia. 

Sejumlah warga Tanah Merah Kelurahan Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, mengaku memiliki legal standing atas pemanfaatan lahan di daerah itu. Legal standing yang dimaksud, yakni dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Sementara yang diterbitkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di era Gubernur Anies Baswedan. “Iya (diterbitkan di era Anies Baswedan). Terbitnya kira-kira kemarin, Oktober 2021,” ujar salah seorang warga bernama Dini (40) ketika berbincang dengan Kompas.com, Senin (6/3/2023). 

Melalui IMB Sementara itu, Dini mengklaim dapat memanfaatkan lahan seluas sekitar 5×5 meter persegi di Jalan Mandiri IV, Kampung Tanah Merah, RT 010 RW 009, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Dini sendiri mengaku, telah tinggal di Tanah Merah yang hanya berbatas tembok dengan Depo Pertamina Plumpang semenjak tahun 2002.

Hal senada, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, berujar kepemilikan IMB kawasan di Tanah Merah tidak serta merta menjadikan lahan tersebut milik warga setempat.  “Warga harus bisa menunjukkan sertifikat hak milik, bukan hak guna bangunan, atas kepemilikan sah atas tanah yang didiami mereka,” tutur Nirwono kepada Kompas.com, Senin (6/3/2023). 

Menurut Nirwono, Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus mengidentifikasi sejumlah bidang tanah yang terbakar akibat kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, untuk memastikan proses ganti untung nantinya.  Nirwono pun menegaskan tak ada alasan lagi bagi warga Tanah Merah menolak direlokasi dari kawasan tersebut, terlebih TBBM Pertamina itu objek penting nasional yang harus dilindungi oleh negara.  “Dengan demikian permukiman padat yang notabene melanggar tata ruang harus ditertibkan dan ditata kembali,” kata Nirwono. 

Sebagaimana merujuk dokumen Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030. Pada Pasal 61 tertulis, pengembangan sistem prasarana bahan bakar minyak dilaksanakan berdasarkan tiga arahan. Salah satunya yakni menyediakan zona penyangga (buffer zone) dalam area depo bahan bakar minyak dan menata ruang kawasan sekitar depo bahan bakar.

Pengembangan sistem prasarana bahan bakar gas dan minyak sebagaimana dimaksud meliputi: 

  1. Tempat penyimpanan bahan bakar gas dan bahan bakar minyak; 
  2. Stasiun pengisian bahan bakar gas dan minyak; dan 
  3. Jaringan pipa bahan bakar gas dan bahan bakar minyak. 

Dengan demikian, tidak adanya buffer zone di Depo Pertamina Plumpang sejatinya sudah melanggar dan tidak sesuai Perda. Karena area Depo berdekatan dengan pemukiman padat.

Lantas, manakah yang perlu di relokasi? 

Mengenai siapa yang akan di relokasi masih memerlukan beberapa pertimbangan. Menurut Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, bukan Depo Pertamina yang harus dipindahkan melainkan masyarakat yang harus direlokasi dari tempat itu.

Sedangkan Menteri BUMN, Erick Thohir menyatakan, Depo Pertamina Plumpang akan dipindah ke Tanah Pelindo. Lahan akan siap dibangun akhir 2024. Demi keamanan dan keselamatan masyarakat, akan dibuat Buffer Zone sejauh 50 meter dari pagar.

Sementara Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna di program Sapa Indonesia Malam menyatakan, pemindahan Depo Plumpang harus mempertimbangkan kondisi saat ini dan kedepannya. Dengan relokasi depo atau permukiman penduduk sekitar tempat itu, diharapkan tak ada lagi korban jiwa akibat kejadian serupa. ()