Oleh: Ayu Naningsih
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 10 orang tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara kasasi putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung. Nama-nama tersebut termasuk Sudrajad Dimyati (SD) selaku Hakim Agung, Elly Tri Pangestu (ETP) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA, Desy Yustria (DY), Muhajirin Habibi (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA, Albasari (AB) dan Redi (R) selaku PNS MA.
Keenam nama ini diduga sebagai penerima suap. Sedangkan, Yosep Parera (YP), Eko Suparno (ES) selaku pengacara, Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) dan Heryanto Tanaka (HT) selaku debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana yang diduga sebagai pemberi suap.
Dirangkum dari berbagai sumber, kronologi penangkapan ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima oleh KPK pada Rabu, (21/9) sekitar pukul 16.00 wib yang berisi informasi bahwa telah terjadi penyerahan sejumlah uang tunai dari pengacara ES kepada DY di salah satu hotel di Bekasi.
“Sebagai tindak lanjuti pengaduan dan laporan masyarakat, KPK menerima informasi dugaan adanya penyerahan sejumlah uang kepada hakim atau yang mewakilinya terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung” ujar Firli Bahuri dalam konferensi pers di kantor KPK pada Jumat (23/9).
Kamis, (22/9) dini hari penyidik KPK mengamankan DY di kediamannya dan menemukan barang bukti berupa uang senilai Sin$205.000. Kemudian secara terpisah, KPK mengamankan YP dan ES yang saat itu berada di Semarang untuk dibawa ke Jakarta guna pemeriksaan lanjutan.
“Selain itu, AB juga hadir ke Gedung Merah Putih KPK dan menyerahkan uang tunai Rp50 juta,” lanjut Firli.
“Adapun jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar Sin$205.000 dan Rp50 juta” sambungnya.
Ancaman pidana bagi empat orang tersangka pemberi suap ini diatur sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP yang menyatakan:
Pasal 5 ayat (1)
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
- memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
- memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Pasal 6 huruf a
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Pasal 13
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Selanjutnya, bagi mereka yang berperan sebagai penerima suap, masing-masing disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau c Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yang menyatakan:
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
- pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
- pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
- hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
()