MAHASISWA UI DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA, KELUARGA AKAN TEMPUH PRA-PERADILAN

Oleh: Rania Fitri

Dilansir dari detik.com (30/01/2023), Polisi menetapkan HAS Syahputra (18) Mahasiswa UI korban kecelakaan yang melibatkan purnawirawan Polisi sebagai tersangka. Penetapan tersangka oleh Polda Metro Jawa dilakukan pada 17 Januari 2023  lalu. Dirlantas Polda Metro Jawa menyatakan HAS dijadikan tersangka karena lalai dalam mengendarai kendaraan motornya. 

Kecelakaan yang nemimpa HAS tersebut terjadi pada 6 Oktober 2022 di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sebagaimana diberitakan kumparan.com, keluarga menerangkan kecelakaan tersebut terjadi ketika Hasya mengendari motornya menuju indekos rekannya melalui Jalan Srenseng Sawah, Jakarta Selatan. 

Akan tetapi, di tengah perjalanan sebuah motor yang melaju tepat di depanya berbelok kanan tiba-tiba, yang membuat HAS mengerem mendadak. Akibatnya tubuh HAS jatuh ke kanan, lalu terlindas mobil Mitsubishi Pajero yang tiba-tiba melintas. Mobil tersebut diketahui dikemudikan oleh AKBP (Purn) Eko Setio Budi Wahono.

Hasya dibawa ke rumah sakit oleh warga setempat. Akan tetapi lantar terlambat, nyawa HAS tak tertolong.  Kasus kecelakaan HAS telah dibuatkan laporan polisi tipe A, atau laporan yang dibuat anggota Polisi yang mengetahui peristiwa,  bernomor LP/A/585/X/2022/SPKT Satlantas Metro Jakarta Selatan tanggal 7 Oktober 2022. Keluarga juga membuat laporan polisi secara mandiri yang diterima dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan No. 1497.X/2022/LLJS.

 

Gita, pengacara keluarga HAS, menyatakan bahwa laporan yang dibuatnya tidak ditindaklanjuti. “Hingga saat ini, LP 1497 tersebut tidak ada tindak lanjut dari polisi. Sebaliknya, terhadap LP 585 telah ditindaklanjuti oleh pihak Polres Jakse meski terdapat beberapa hal yang dilaksanakan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.”, ujar Gita sebagaimana diberitakan kumparan.com (28/01/2023). 

Pada Selasa, 17 Januari 2023, keluarga menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP). SP2HP tersebut merupakan tindak lanjut laporan yang dibuat polisi,  yang menyatakan bahwa laporan dihentikan karena tersangka meninggal dunia. Adapun pasal yang dikenakan terhadap HAS adalah Pasal 310 Ayat (3) dan (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.  

Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengatakan bahwa HAS dijadikan tersangka akibat kelalaian dalam berkendara. “Kenapa dijadikan tersangka ini, dia kan yang menyebabkan, karena kelalaianya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri, karena kelalaianya jadi dia meninggal dunia,” jelas Latif kepada wartawan pada Jumat (27/01/2023). Atas hal ini, keluarga 

Penyelidikan Terhadap Tersangka Yang Meninggal Dunia

HAS ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana Pasal 310 Ayat (3) dan (4) UU Lalu Lintas. Pasal 310 Ayat (3) menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaianya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Sementara Ayat (4) menyatakan bahwa dalam hal kecelakaan mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000 (dua belas juta rupiah). 

KUHP mengatur bahwa kewenangan penuntutan pidana dapat gugur akibat hal  tertentu. Salah satunya adalah terdakwa meninggal dunia, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHP. Pasal tersebut menyebutkan bahwa kewenangan penuntutan terhadap tersangka yang meninggal dunia menjadi dihapuskan. Sehingga dalam hal unsur pasal di atas terpenuhi, maka penyidikan terhadap HAS harus dihentikan. 

Akan tetapi kronologi yang ada dan kesaksian warga di tempat kejadian seolah-olah tidak memperlihatkan adanya unsur tindak pidana yang dilakukan HAS, dan HAS merupakan korban. Selain itu tidak dilibatkanya keluarga dalam proses penyelidikan maka menyalahi prinsip keterbukaan. Atas dasar hal tersebut maka patut diduga bahwa penetapan tersangka terhadap HAS menyalahi aturan. 

Atas dasar hal ini, maka tahap pra-peradilan dapat ditempuh. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka dalam konteks kasus ini pra peradilan dilaksanakan berdasarkan Pasal 80 KUHAP. Pasal 80 KUHAP mengatur bahwa permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. ()