Ida Bagus Gede Putra Agung Dhikshita
(Internship Advokat Konstitusi)
Dalam perkembangan studi teori hukum, pendekatan hukum zaman dahulu (klasik) dilakukan dengan hanya menggunakan satu sudut pandang, misalnya hukum normatif yang menggunakan pendekatan positivik, hukum empiris yang menggunakan pendekatan sosiologis dan antropologis misalnya, dan hukum etis yang hanya menggunakan pendekatan nilai dan moral. Hal inilah yang cenderung membuatnya bersifat ekstrim dan sempit.
Teori Tujuan Hukum Gustav Radbruch
Perkembangan selanjutnya adalah lahirnya pemikiran hukum modern yang berusaha mengkombinasikan ketiga pandangan klasik (etis/ filsufis, normatif, dan empiris) menjadi satu pendekatan yang selanjutnya oleh Gustav Radbruch dijadikan tiga nilai dasar hukum yang meliputi, keadilan (filosofis), kepastian hukum (yuridis), dan kemanfaatan bagi masyarakat (sosiologis) (Satjipto:2012:20). Intisari perkembangan teori ini memunculkan nilai keadilan (idealisme) dan kepentingannya yang dilayani oleh hukum (sosiologis) yang tentunya membutuhkan peraturan-peraturan untuk menjamin kepastian (yuridis) dalam hubungan satu sama lain.
Secara konkret teori yang dikemukakan Gustav Radbruch disebut dengan teori tujuan hukum yang secara sederhana ingin menjelaskan bahwa hukum dalam tujuannya perlu berorientasi pada tiga hal, yaitu kepastian, keadilan, dan kemanfaatan (Kurt:1950:73). Teori tujuan hukum apabila ditarik kebelakang tidak akan lepas dari suatu pandangan teologis bahwa segala sesuatu yang bereksistensi pasti memiliki tujuan tertentu. Hal ini juga berlaku terhadap hukum yang tentunya memiliki sesuatu yang hendak dicapai dan bersifat ideal. Teori tujuan hukum oleh Gustav Radbruch lebih lanjut dijabarkan sebagai berikut.
Pertama, kepastian yang berarti bahwa kepastian merupakan tuntutan hukum, ialah supaya hukum menjadi positif dalam artian berlaku dengan pasti. Hukum harus ditaati, dengan demikian hukum sungguh- sungguh positif (Notohamidjojo:2012:33). Hal ini berarti kepastian hukum ditujukan untuk melindungi kepentingan setiap individu agar mereka mengetahui perbuatan apa saja yang dibolehkan dan sebaliknya perbuatan mana yang dilarang sehingga mereka dilindungi dari tindakan kesewenang-wenangan pemerintah.
Kedua, kemanfaatan yang diartikan sebagai tujuan hukum yang harus ditujukan pada sesuatu yang berfaedah atau memiliki manfaat. Hukum pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan bagi orang banyak (Sudikno:2008:80). Bahwa negara dan hukum diciptakan untuk manfaat sejati yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.
Ketiga, keadilan yaitu suatu kondisi dimana kasus yang sama diperlakukan secara sama. Adapun keadilan sangat berhubungan dengan hati nurani. Keadilan bukan tentang suatu definisi yang formal karena ia berhubungan erat dengan kehidupan manusia sehari- hari. Hati nurani ini memiliki posisi yang sangat tinggi karena berhubungan dengan rasa dan batin yang paling dalam. Terhadap keadilan, Radbruch menyatakan: ”Summum ius summa inuiria” yang berarti keadilan tertinggi adalah hati nurani. Radbruch punya penekanan dan mengoreksi pandangannya sendiri, bahwa cita hukum tidak lain daripada keadilan (Titon:2016:16).
Manifestasi Mazhab Positivisme dan Teori Tujuan Hukum di Indonesia
Mazhab positivisme dimulai dari bergesernya dominasi agama oleh ilmu pengetahuan yang mengakibatkan tidak dipercayainya kembali gereja dan munculnya universitas- universitas. Puncak dari ajaran ini adalah saat digesernya pengetahuan metafisis yang diganti dengan pengetahuan rasional dan empiris (Widodo:2011:12).
Mazhab positivisme hukum sangat bertumpu pada kejelasan (certainty). Hal ini menimbulkan kesamaan antara positivisme dengan salah satu nilai dasar tujuan hukum yaitu kepastian hukum. Keduanya memiliki satu tujuan yaitu memberikan suatu kejelasan terhadap hukum positif. Kepastian hukum sendiri merupakan tujuan paling akhir dari positivisme hukum karena untuk mencapai tujuan ini perlu diadakan pemisahan yang jelas antara hukum dengan moral sehingga menghasilkan sistem yang logis, tetap, dan tertutup (closed logical system).
Perkembangan pendekatan mazhab positivisme hukum di Indonesia harus diawali dengan pemahaman bahwa tidak satupun mazhab- mazhab hukum mempengaruhi konsepsi negara hukum Indonesia secara mutlak. Contoh jelas tergambar dalam ajaran positivisme yang hanya mengutamakan Undang- Undang atau hukum tertulis saja sehingga tidak ada hukum di luar Undang- Undang (legisme). Hal tersebut tidak sesuai dengan negara hukum Indonesia karena Indonesia juga mengakui keberadaan hukum adat. Meski demikian, aliran positivisme yang berkembang di Indonesia mendasari adanya pengakuan terhadap hukum positif yang tertulis yaitu peraturan perundang-undangan.
Gagasan dalam positivisme hukum tersebut menjadi basic ratio legis dari asas kepastian hukum yang ada dalam hukum positif di Indonesia. Adapun kepastian hukum tidak menjadi nilai tunggal dan mengabaikan nilai keadilan dan kemanfaatan yang juga diimplementasikan dalam ketentuan hukum positif di Indonesia. Hal ini dapat dilihat ketika suatu Undang- Undang tertentu ditetapkan maka lahirlah kepastian dan keteraturan. Kepastian dan keteraturan ini belum dapat dikatakan sebagai kepastian hukum karena belum tentu suatu hukum positif yang berlaku serta merta mengandung kepastian hukum. Inilah alasan yang mendasari kepastian hukum baru akan benar-benar terwujud saat kepastian hukum memberikan keadilan dan manfaat kepada masyarakat (Satjipto:2007:76).
Secara konkret hal ini dapat dilihat dari Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa negara memberikan jaminan, pengakuan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta jaminan perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi setiap orang. Selain mengandung nilai dasar kepastian hukum dalam hal bahwa perlindungan HAM warga negara yang harus jelas rumusannya, kepastian rumusan tersebut juga wajib memberikan keadilan, sehingga lahirlah kepastian hukum yang adil. Hal inilah yang melandasi pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Nilai-nilai dasar dari tujuan hukum oleh Gustav Radbruch ditransformasikan salah satunya menjadi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang diharapkan melandasi berlakunya produk hukum yang memberikan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan bagi masyarakat.
Kesimpulan
Sebagai manifestasi dari mazhab positivisme hukum yang menekankan kejelasan, kepastian yang merupakan salah satu nilai dasar dari teori hukum tujuan oleh Gustav Radbruch memiliki kesamaan, yaitu sama- sama menginginkan adanya kejelasan dan kepastian hukum yang membuat hukum benar- benar positif untuk berlaku di suatu negara (ius constitutum).
Adapun dalam perkembangan positivisme hukum di Indonesia, kepastian hukum menjadi salah satu dasar yang harus ada dalam peraturan perundang- undangan di Indonesia. Inilah alasan mengapa Indonesia mengenal sumber hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang- undangan yang memiliki kekuatan untuk mengikat seluruh masyarakat Indonesia. Selain memastikan rumusan hukum yang dapat dirujuk oleh seluruh warga negara Indonesia, kepastian hukum juga memastikan terimplikasikannya nilai keadilan dan kemanfaatan hukum. ()