Oleh : Faisal Basri Arifin
Kamis,(1/6) Badan Pembinaan Hukum Nasional ( BPHN ) menggelar acara Paralegal Justice Awards di Ancol Jakarta Utara. Di kesempatan tersebut, Yasonna Laoly selaku ketua Hukum dan Hak Asasi Manusia ( Menkumham ) mengemukakan bahwa sebaiknya tindak pidana kecil bisa diselesaikan oleh kepala desa dan lurah agar tidak menumpuk di pengadilan.
Yasonna mengatakan kepala desa dan lurah mempunyai posisi sentral dalam penyelesaian perkara tindak pidana kecil untuk mengurangi beban penegak hukum. Menurut Yasonna, berdasarkan data sistem informasi database bantuan hukum ( Sidbankum ) 2022, jumlah penerima bantuan hukum orang atau orang miskin yang berhadapan dengan hukum kurang lebih 12 ribu orang. Jumlah itu terus meningkat tiap tahun dengan 70 persen layanan bantuan hukum adalah pidana, sementara 30 persen adalah perdata. Jenis perkara yang ditangani rata-rata adalah perkara ringan yang timbul dari perselisihan warga.
Menurut Yasonna, hal ini secara langsung berdampak pada beratnya lembaga penegakan hukum untuk menyelesaikan perkara pidana yang melebihi kapasitas yang tersedia pada tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan tentunya dirumah tahanan maupun di lembaga pemasyarakatan. Yasonna juga menjelaskan bahwa perlu ada penyelesaian non litigasi, yaitu penyelesaian perkara di pengadilan, atau restorative justice (RJ ).
Yasonna juga memberikan contoh perkara kecil yang seharusnya tidak perlu dibawa ke pengadilan. “Ada nenek-nenek yang mencuri cokelat dikirim ke pengadilan, mengapa tidak diselesaikan melalui pendekatan-pendekatan kearifan lokal,” ujar Yasonna.
Yasonna berpendapat bahwa apabila langkah ini berhasil, maka akan ada peningkatan kesejahteraan dan stabilitas politik di desa-desa. Oleh karena itu BPHN mendorong pelatihan paralegal kepada kepala desa dan lurah. ()