Pelanggaran Hak atas Merek Dagang dan Penyelesaiannya

oleh : Alfin Aulia Eki Saputra

Internship Advokat Konstitusi

Kisruh merek dagang antara MS Glow dan PS Glow berbuntut panjang di Pengadilan Niaga. Terbaru, PS Glow memenangkan perebutan merek di Pengadilan Niaga (PN) Surabaya. Kasus perebutan hak atas merek dagang ini tidak baru ini saja terjadi, sebelumnya pernah terjadi perebutan merek dagang yang dialami oleh franchise Ayam Geprek Bensu dengan gugatan atas kepemilikan logo dari franchise itu sendiri. Seperti diketahui, sengketa merek dagang ini terjadi antara pemilik MS Glow Shandy Purnamasari dan suaminya Gilang Widya Pramana yang lebih populer dikenal sebagai Juragan 99 melawan Putra Siregar dan sang istri Septia Siregar, pemilik PS Glow. Kedua belah pihak saling melapor tentang siapa yang sebenarnya lebih berhak atas merek dagang produk kosmetik tersebut. Kasus ini menyita perhatian khalayak karena kedua pasangan pengusaha tersebut juga merupakan influencer di media sosial dan sebutan crazy rich.

Gugatan atas merek dapat terjadi apabila ada pihak lain selain pemilik merek yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis. Pihak yang berhak mengajukan gugatan atas merek adalah pemilik merek dan penerima lisensi merek terdaftar. Penerima lisensi merek terdaftar dapat mengajukan gugatan sendiri-sendiri ataupun bersama-sama dengan pemilik merek yang bersangkutan. Gugatan yang diajukan berupa:

  1. Gugatan ganti rugi dan/atau;
  2. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.

Gugatan ganti kerugian dan / atau penghentian perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek secara tanpa hak tersebut memang sudah sewajarnya, karena tindakan tersebut sangat merugikan pemilik merek yang sah. Kerugian yang secara langsung terasa adalah kerugian ekonomi, tetapi selain itu juga dapat merusak reputasi merek tersebut terlebih apabila barang atau jasa yang menggunakan merek secara tanpa hak tersebut kualitasnya lebih rendah daripada produk barang dan jasa pemilik merek yang sah. Gugatan merek diajukan ke Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat. 

Pelanggaran hak atas merek selain dapat diselesaikan melalui jalur hukum perdata yaitu melalui gugatan perdata, dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek diatur pula tentang penyelesaian sengketa merek melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa diatur dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam undang-undang tersebut dikenal beberapa cara penyelesaian sengketa yaitu : arbitrase; konsultasi; negosiasi; mediasi; konsiliasi; penilaian ahli. Di antara keenam cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan tersebut, hanya penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang menghasilkan putusan memaksa yang dijatuhkan oleh pihak ketiga yaitu arbiter atau majelis arbiter. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Putusan arbitrase bersifat final artinya putusan arbitrase merupakan putusan final dan karenanya tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Sedangkan cara penyelesaian lainnya yang termasuk dalam alternatif penyelesaian sengketa, penyelesaiannya diserahkan pada para pihak, sedangkan pihak ketiga hanya memberikan saran dan memfasilitasi perundingan para pihak.

Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, suatu sengketa dapat diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa dengan mendasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Niaga. Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dan hasilnya dituangkan secara tertulis. Apabila para pihak tidak dapat menyelesaikannya, para pihak atas kesepakatan tertulis dapat menyelesaikannya dengan bantuan pihak ketiga. Peran pihak ketiga hanya sekedar mempermudah jalannya perundingan para pihak agar tercapai kesepakatan. Kesepakatan itulah yang mengikat para pihak setelah ditandatangani dan didaftarkan di Pengadilan Niaga. ()