PELECEHAN SEKSUAL DI KANTOR : KORBAN TINDAK TEGAS PELAKU

oleh : Apriska Widiangela

Internship Advokat Konstitusi

Seorang suami dari karyawati membuat cuitan yang mencuri perhatian netizen. Pasalnya dalam twitternya @jerangkah, akun sosial media sang suami, menjelaskan kronologi bagaimana pelecehan seksual itu.

Istri saya mendapat pelecehan berupa chat di grup pertemanan kantornya. Cerita berawal saat istri diminta menjadi model foto produk kantornya,” dalam cuitannya.

Hal ini bermula ketika korban dimintai tolong perusahaannya untuk menjadi seorang model untuk kepentingan foto produk perusahaan. Foto korban diambil tanpa persetujuan korban sesaat setelah korban mengganti pakaian untuk sesi pemotretan. 

“Bermula saat fotografer bernama Dedy Christianto mengambil salah satu frame foto tanpa seijin istri saya di bagian punggung. Foto tersebut tidak digunakannya untuk kebutuhan kantor, namun untuk bahan melecehkan istri saya di grup whatsapp” jelas Suami Korban dalam twitternya. 

Foto tersebut kemudian ditanggapi oleh seorang rekan kerja korban bernama, Steve Bramantha, yang menimpali foto tersebut dengan “geser kiri det… trus lepas”

Bahkan ada pelaku lain yang melontarkan lelucon seakan istrinya pelacur. Hal ini membuat marah suami korban yang diungkapkan dalam cuitan twitternya. 

Dilansir dari Kompas.com Korban dengan inisial RF, pada Sabtu (20/8) melaporkan pelaku dengan inisial DC dan SB yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadapnya pada Polda Metro Jaya. 

Padahal Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (selanjutnya disebut UU TPKS) telah diterbitkan pada bulan April silam. Dito Sitompul, Kuasa hukum korban tidak menyia-nyiakan perlindungan hukum yang disediakan UU TPKS. Dito melaporkan atas dasar Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 5 UU TPKS dengan dilampirkan bukti-bukti tangkapan layar yang berisi percakapan, foto dan pengakuan. Pasal 5 sendiri merupakan pasal yang secara tegas melindungi korban pelecehan seksual nonfisik, yang mana berbunyi :Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorzrng berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya dipidana karena pelecehan seksual non fisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.0OO.000,00 (sepuluh juta rupiah).”

Pasal 14 sendiri merupakan bentuk perlindungan hukum korban terhadap Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik, yang berbunyi “Setiap orang yang tanpa hak a) melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;…”

Atas tindakan tersebut maka pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00.

Kemudian, dikarenakan pelecehan terjadi pada lingkup pekerjaan dan pelaku tidak hanya 1 (satu) orang, maka pidana dapat diperberat sebesar ⅓, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 UU TPKS yang berbunyi : Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 ditambah 1/3 (satu per tiga), jika:

  • dilakukan dalam lingkup Keluarga;
  • dilakukan oleh tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan Penanganan, Perlindungan, dan Pemulihan;
  • dilakukan oleh pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga;
  • dilakukan oleh pejabat publik, pemberi kerja, atasan, atau pengurus terhadap orang yang dipekerjakan atau bekerja dengannya;
  • dilakukan lebih dari I (satu) kali atau dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) orang
  • dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu;
  • dilakukan terhadap Anak;
  • dilakukan terhadap Penyandang Disabilitas;
  • dilakukan terhadap perempuan hamil;
  • dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;
  •  dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, situasi konflik, bencana, atau perang;
  • dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik;
  • Korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau penyakit menular;
  • mengakibatkan terhentinya dan/ atau rusaknya fungsi reproduksi; dan/ atau
  • mengakibatkan Korban meninggal dunia.”

Mengetahui isu beredar, PT Kawan Lama Group mulai buka suara melalui pernyataan sikap yang diposting dalam akun Instagram resminya (14/8), bahwa Kawan Lama Group sedang melakukan investigasi terhadap kasus ini secara internal. Kawan Lama Group juga menyatakan akan mendukung langkah-langkah penyelesaian masalah tersebut dan akan bekerja sama dengan korban (karyawan Kawan Lama Group) untuk proses lebih lanjut.

Kemudian pada Selasa (16/8), Kawan Lama Group kembali memberikan Tanggapan Lanjutan Atas Informasi yang Beredar Terkait Dugaan Pelecehan Seksual Secara Verbal di Group Chat Pertemanan. Kawan Lama Group mengkonfirmasi bahwa Grup Chat yang dijadikan wadah melakukan pelecehan seksual terhadap Korban RF rupanya tidak hanya terdiri dari karyawan Kawan Lama Group, melainkan juga bukan karyawan. Sehingga dengan demikian Kawan Lama Group menilai bahwa group chat tersebut merupakan ranah privasi individu dan di luar kewenangan perusahaan

Meskipun demikian, PT Kawan Lama Group tetap memberikan sanksi kepada pihak-pihak terkait. PT Kawan Lama Group juga terbuka apabila dibutuhkan untuk bekerjasama dalam hal penyelesaian kasus ini.  ()