Pembelian Alutsista Melalui Utang Luar Negeri

oleh : Catur Agil Pamungkas

Internship Advokat Konstitusi

Pada awal tahun 2022, Pemerintah melalui Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto mengumumkan rencana pembelian jet tempur F-15 dan pesawat Dassault Rafale guna memenuhi kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) yang modern dan sesuai dengan perkembangan industri pertahanan internasional. Selain pesawat, ada beberapa perlengkapan lain yang dibeli pemerintah Indonesia seperti 87 mesin F110-GE-129 or F100-PW-229, 45 AN/APG-82(v)1 Advanced Electronically Scanned Array (AESA) Radar, hingga alat-alat lain seperti Electronic Combat International Security Assistance Program (ECISAP) support; Joint Mission Planning Systems (JMPS); Night Vision Goggles (NVG) dan alat pendukung serta spare-parts lain. 

Dalam rangka merealisasikan rencana tersebut, pemerintah akan menggunakan skema pinjaman luar negeri sebesar 14 miliar dollar AS, atau setara dengan Rp. 200,8 triliun (kurs: Rp. 14.347/ dollar AS).  Menurut juru bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak, skema pembelian melalui pinjaman luar negeri tersebut sudah dihitung dengan seksama, sehingga tidak membebani APBN dan artinya dia tidak mengganggu alokasi anggaran untuk alokasi pembangunan prioritas yang menjadi perhatian negara.

Dalam rangka menjaga pertahanan dan keamanan negara.

Menjaga pertahanan dan keamanan negara merupakan salah satu amanat langsung dari konstitusi serta peraturan perundang undangan di bawahnya, peremajaan alutsista juga merupakan salah satu hal positif mengingat isu kekuatan pertahanan Indonesia seringkali dipertanyakan dengan usangnya alat pertahanan yang dimiliki. Akan tetapi menurut hemat penulis, melakukan pinjaman asing bukan menjadi solusi terbaik untuk kemudian dijadikan dasar pembenar pelaksanaan amanah tersebut. Skema Hutang dengan jumlah yang tidak sedikit dengan tenor pembayaran yang lama dikhawatirkan akan memberikan beban bagi negara untuk melunasinya, mengingat hutang negara terhadap negara lain per Maret 2022 berada di angka US$411,5 miliar atau setara Rp6.033 triliun (kurs: Rp. 14.347/ dollar AS).

Dengan skema jangka panjang, utang luar negeri untuk melakukan impor alutsista bukanlah suatu cara yang revolusioner, disatu sisi mungkin pertahanan negara akan kuat akan tetapi dalam beberapa hal lain justru akan mengalami stagnasi ataupun tidak berkembang. dalam peribahasa “semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak nampak” menjadi tepat manakala disandingan dengan peristiwa ini. PT Pindad sebagai salah satu industri penghasil alutsista dalam negeri dengan reputasi baiknya di mata dunia justru lebih tepat untuk dilibatkan dalam proyek pengadaan alutsista ini.

Pembelian alutsista dari negara lain justru menyimpan berbagai macam kekurangan, selain menyebabkan banyaknya uang yang mengalir keluar negeri, kekuatan dari alutsista juga tentunya tidak akan sebaik negara negara produsen karena baik dari segi kelemahan dan kekuatannya sudah diketahui oleh negara tersebut. produksi dalam negeri justru menjadi alternatif untuk menyimpan rahasia pertahanan tersebut, sehingga kekuatan dan kelemahan alutsista indonesia tidak diketahui oleh negara asing. 

Pelibatan asing mungkin tidak bisa dihilangkan seluruhnya, akan tetapi upaya untuk meminimalisir serta mewujudkan kemandirian negara mesti dimulai, ketergantungan indonesia terhadap negara lain dalam pengadaan alutsista musti perlahan dikurangi. karena dengan kemandirian tersebut, banyak hal yang kemudian dapat dicapai oleh negara, tak terkecuali dalam hal pertahanan dan keamanan.  ()