Pemberlakuan Ketentuan Pajak Ekspor dan Impor Di Tengah Fenomena Jasa Titip Barang Luar Negeri

Oleh: Annisa Diana Pratiwi

(Internship Content Creator @advokatkonstitusi)

Jastip merupakan singkatan dari Jasa Titip yang cara kerjanya adalah membuka layanan pembelian barang yang ada di suatu daerah yang biasanya terletak di luar negeri. Bentuk Jastip adalah bisnis tanpa uang, karena pelaku jastip akan mendapatkan uang terlebih dahulu lalu menjualnya kepada orang yang menitip barang tersebut. Beberapa orang biasanya memanfaatkan jastip karena bisa menerima barang yang diinginkan dari suatu tempat tanpa harus ke sana atau membeli secara online dengan ongkos kirim. Cara menjadi pelaku jastip atau mendirikan bisnis jastip adalah dengan mempromosikan kepada semua orang di sekitar bahwa akan membuka Jastip dari kota/negara tertentu. Setelah itu, sebarkan contoh foto produk beserta harga barang yang akan di Jastipkan. Kemudian, beserta barang yang dipesan, buat daftar barang pesanan konsumen dengan memperhitungkan bea masuk dan margin keuntungan. Pelaku Jastip dapat memilih margin keuntungan sendiri selama konsumen setuju untuk membayar jumlah tersebut. Selanjutnya, sistem jastip menggunakan pre-order, yang artinya konsumen akan membayar sebelum barang diantar hingga sampai ke pelanggan yang melakukan jasa titip barang tersebut.

Saat ini bisnis jastip atau jasa titip memang menjamur di tanah air Indonesia, hingga akhirnya pemerintah menyimpulkan menetapkan pajak pada jastip. Adanya hal ini juga didukung oleh peningkatan transaksi di luar negeri melalui layanan penitipan. Bisnis jastip kena pajak mengacu pada Permenkeu 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Batasannya ditetapkan sebesar US$ 500 per individu. Jika suatu layanan jastip membawa barang lebih dari US$ 500 per individu, akan dikenakan pajak barang tersebut yang sudah diatur pada Permenkeu 203/PMK.04/2017. Dalam ketentuan itu, barang impor merupakan semua barang pribadi maupun bukan pribadi penumpang dan awak pesawat. Khusus untuk e-commerce, pemerintah telah mengaturnya pada PMK-112/PMK.04/2018. Pada aturan tersebut, batasan yang ditetapkan untuk barang yang diimpor sebesar US$ 75. Jika lewat dari batasan maka diwajibkan membayar bea masuk. 

Ketentuan lanjutan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.044/2018 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman, bahwa batas tidak kena bea masuk tergantung pada FoB (Freight on Board) yang dikeluarkan. FoB meliputi biaya yang digunakan ketika barang dari luar negeri diangkut ke sarana pengangkut ke Indonesia, biaya pemuatan ke sarana pengangkut, dan harga barang. Jika nilai FoB tidak melewati US$75 dan kurang dari US$1.500, maka tidak dikenakan bea masuk. Kabar baiknya, kini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tengah meluncurkan aplikasi Electronic Customs Declaration (ECD), untuk melakukan deklarasi barang dari luar negeri dan memudahkan pelaku usaha jasa titip dalam memenuhi kewajiban pajak. 

Pada tahun 2019, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi dalam konferensi pers menyatakan bahwa terdapat 422 kasus pelanggaran jasa titip barang luar negeri yang tidak membayar pajak barangnya di bandara Soekarno Hatta Cengkareng selama bulan Januari hingga September 2019. Bisnis jastip memang sedang banyak diminati karena laba dan pekerjaanya yang menyenangkan. Jasa titip juga dapat dilakukan secara online lewat media sosial dan menerapkan sistem pre-order yang memudahkan pelaku Jastip melaksanakan pekerjaanya. Orang yang ingin belanja, tapi malas keluar rumah atau sibuk atau tak bisa menjangkau lokasi belanja lantaran jarak jauh, bisa menggunakan jasa ini. Meski begitu, tidak sedikit penyedia jastip ini yang melanggar hukum alias tidak membayar pajak. 

Sikap ketidakpatuhan terhadap pajak tidak dipengaruhi oleh pengetahuan pajak. Masyarakat menganggap pajak hanya berlaku untuk toko, perusahaan atau kantor. Para penjual jasa jastip ini menggunakan usaha online sebagai penangkal agar usahanya tidak dikenakan pajak karena mereka mengaku akan membayar pajak apabila memiliki usaha berbentuk   konvensional. Kemudian mereka juga takut terhadap sanksi pajak, apabila usaha mereka dikenakan sanksi berupa denda mereka mengaku pasti akan membayar pajak. Namun, untuk sementara ini, mereka merasa bahwa usaha berbentuk online sulit untuk dilacak yang membuat mereka memilih untuk tidak patuh terhadap pajak.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Bapak Askolani berpendapat ramainya usaha jastip yang tidak membayar bea masuk dan pajak dinilai tidak adil bagi para pengusaha lain yang memasukkan barang secara legal. Kegiatan jastip ini sama dengan tidak taat aturan negara karena sudah seharusnya setiap penumpang pesawat yang membawa barang lebih dari US$ 500 dolar harus membayar pajak barang tersebut. Hal ini juga sebagai penegakan keadilan bagi penjual barang serupa yang mengimpor barang secara ilegal. Namun, segelintir masyarakat menganggap bahwa adanya pajak bagi barang jastip merupakan suatu pungutan akal-akalan pemerintah yang ingin untung dari hasil kerja rakyatnya. Pemerintah dianggap seperti preman yang selalu meminta pendapatan dari pemerasan kelompok atau masyarakat lain. Masyarakat yang kontra ini juga memberikan tambahan argumen bahwa adanya jastip barang dari luar negeri adalah suatu PR negara karena barang yang biasa dijual di negara ini terbilang sangat mahal dibandingkan dengan harga jastip.

Hingga saat ini pemerintah belum mengatur secara resmi mengenai usaha jasa titipan (jastip) yang sekarang sudah menjamur di Indonesia. Jastip biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat yang bepergian ke luar negeri. Dengan bepergian ke luar negeri, maka masyarakat bisa membuka jasa pembelian barang-barang yang ada di negara tujuan dan biasanya calon pembeli akan dikenakan tambahan biaya dari harga barang yang dititipkan. Belakangan ini, usaha jastip sering disalahgunakan oleh sebagian masyarakat khususnya dalam membayarkan kewajiban perpajakannya. Akan tetapi, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan bahwa usaha jastip tetap bisa dijalankan selama membayarkan kewajiban perpajakan. ()