Pemecatan Jaksa Pinangki Terlambat, Bagaimana Pengaturan Hukumnya?

Oleh: Desi Fitriyani

(Content creator Advokat Konstitusi)

Kasus korupsi yang dilakukan oleh seorang jaksa yaitu Pinangki Sirna Milasari, telah menarik perhatian publik. Banyak perdebatan yang timbul selama proses hukumnya, mulai dari masa tahanan, gaji yang masih didapatkan padahal sudah berstatus sebagai koruptor, hingga pemecatannya. Adapun yang menjadi fokus perhatian Penulis adalah pengaturan hukum pemecatan Pinangki Sirna Milasari. Seperti yang kita ketahui, ia telah dipecat melalui keputusan Jaksa Agung RI Nomor 185 Tahun 2021 tanggal 6 Agustus 2021 tentang pemberhentian karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

Keputusan itu dijatuhkan berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang telah berkekuatan hukum tetap. Dimana Pinangki telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Keputusan itu juga mempertimbangkan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan atau yang biasa disebut dengan pidsus 38 tanggal 2 Agustus 2020 tentang pelaksanaan putusan DKI Jakarta. Adapun dasar hukum pemecatan dengan tidak hormat yang dijatuhkan kepada Pinangki sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat 4 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN,

“PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:

dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;”

Selain ketentuan di atas, pemberhentiannya jaksa sebenarnya juga telah diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Berikut bunyi Pasal 13,

  • Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
  • dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  • terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya;
  • melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
  • melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau
  • melakukan perbuatan tercela.
  • Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Jaksa.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Jaksa, serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Kemudian, dikonkretkan dengan Pasal 250 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS (PP Manajemen PNS), bahwa ditentukan PNS diberhentikan dengan tidak hormat apabila dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

Terlepas dari dasar hukum tersebut, banyak yang menilai bahwasanya pemecatan tersebut terlambat. Sekarang mari kita bahas, apakah benar pemecatan tersebut terlambat?. Kita ketahui bersama bahwa vonis terhadap Pinangki telah dijatuhkan pada tanggal 14 Juni 2021. Sedangkan Pemecatannya sebagai PNS baru dilakukan pada tanggal 5 Agustus 2021. Setidaknya terdapat jeda selama 1 (satu) bulan 20 (dua puluh) hari baru kemudian surat pemecatan terhadap Pinangki dikeluarkan. Dalam Pasal 252 PP Manajemen PNS disebutkan bahwa “Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam pasal 250 huruf b dan huruf d dan Pasal 251 ditetapkan terhitung mulai akhir bulan sejak putusan pengadilan atas perkaranya yang telah memiliki kekuatan hukum tetap”. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seharusnya pemecatan sudah harus dilakukan sejak tanggal 30 Juni 2021-14 Juli 2021. Namun realitanya pemecatan baru diberikan pada tanggal 5 Agustus 2021.  Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa benar pemecatan yang keluarkan untuk Pinangki tergolong terlambat. 

 

Referensi

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS ()