Urgensi Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Sebagai Upaya Penguatan Lembaga Konstitusi

Oleh : Avany Mahmudah/ Internship Advokat Konstitusi 

Banyaknya kasus mengenai Hakim Mahkamah Konstitusi yang melanggar kode etik bahkan terlibat dalam kasus pidana tentunya menjadi salah satu peristiwa yang memalukan dan mencoreng nama baik sistem peradilan di Indonesia. Kasus pelanggaran etik Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, yang bertemu dengan sejumlah Pimpinan Komisi III DPR sebelum uji kelayakan pencalonannya kembali tanpa surat panggilan resmi merupakan refleksi hakim berada dalam pusaran kekuasaan. Sementara itu, kasus korupsi yang melahirkan operasi tangkap tangan pada Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, dalam kasus dugaan suap uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan menjelaskan mafia memainkan peran kuat untuk mengontrol putusan.

Banyaknya Hakim Konstitusi yang terlibat dalam kasus sedemikian rupa tentunya memerlukan adanya pembenahan pengaturan mulai dari proses pemilihan sampai habisnya jabatan menjadi Hakim Konstitusi. Sedangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, memuat perubahan antara lain tentang pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, persyaratan menjadi Hakim Konstitusi, pemberhentian Hakim Konstitusi, dan batas usia pensiun Hakim Konstitusi belum menjawab permasalahan-permasalahan pokok yang tengah dihadapi Mahkamah Konstitusi (MK).