Penerapan Uji Proporsionalitas Terhadap Pembatasan HAM dalam Constitutional Review

Desi Fitriyani

(Internship Advokat Konstitusi)

Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 24C UUD NRI 1945. Kewenangan tersebut kemudian Penulis sebut dengan constitutional review, dengan mengutip pendapat Pan Mohamad Faiz, penggunaan istilah constitutional review digunakan demi menghindari kekeliruan makna yang sering tumpang tindih dengan judicial review (Pan, 2007).

Dalam constitutional review sering sekali yang menjadi problematika adalah pembatasan dari Hak Asasi Manusia (HAM). Tentu tidak mengherankan, dikarenakan syarat untuk melakukan constitutional review adalah memiliki hak konstitusional. Hak konstitusional adalah hak yang telah dijamin dalam UUD NRI 1945. Hak konstitusional memang sangat kental kaitannya dengan HAM. Dimana dapat ditemukan pada Bab XA dalam UUD NRI 1945 yang mengatur secara kompleks mengenai HAM. Dengan demikian semua HAM sudah pasti hak konstitusional, akan tetapi tidak semua hak konstitusional adalah HAM.

HAM merupakan suatu hak yang telah dijamin dalam konstitusi. Selain itu, jaminan HAM juga dapat dilihat dengan diratifikasinya International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Meskipun HAM telah dijamin dengan segala instrumen yang ada, namun nyatanya HAM dapat pula dibatasi.

Konsep pembatasan HAM memanglah dibenarkan. Akan tetapi, pembatasan yang ada haruslah didasarkan pada Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945, yang menyatakan bahwa, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis” Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 2-3/PUU-V/2007 telah menyatakan bahwa tidak ada HAM yang seluas-luasnya, melainkan semuanya tunduk pada pembatasan yang telah ada dalam Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam constitutional review seringkali yang menjadi batu ujinya adalah ketentuan Bab XA yang mengatur terkait HAM. Dengan alasan pembatasan yang diberikan oleh undang-undang telah mencederai haknya. Untuk itu sangat penting diterapkan uji proporsionalitas terhadap pembatasan HAM untuk menilai apakah pembatasan yang ada sah atau tidak. Terkait prinsip proporsionalitas, Aharon Barak menyatakan (Ahsan, Desi, & Taufiq, 2019:123):

“Proportionality is an analitycal framework used by courts in many countries in determining whether or not limitations on the excersice of rights are justified, and therefore constitutional.”

Uji proporsionalitas merupakan kerangka analisis yang digunakan pengadilan di banyak negara untuk menentukan apakah batasan terhadap hak telah sesuai koridor dalam konstitusi. Persoalan ini menunjukkan diperlukan kehati-hatian dalam menentukan kadar pembatasan hak agar proporsionalitas dapat diwujudkan.

Aharon Barak sendiri menilai bahwa proporsionalitas adalah cara terbaik untuk menentukan pembatasan hak. Proporsionalitas sering dianggap sama dengan keseimbangan padahal berbeda. Proporsionalitas berasal dari Eropa, terkhusus di Negara Jerman. Adapun keseimbangan merupakan konsep yang dikembangankan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat. Proporsionalitas dapat direalisasikan tentunya dengan melihat uji proporsionalitas yang tetap menggunakan ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945 untuk melihat apakah pembatasan HAM yang ada dalam ketentuan undang-undang telah sejalur dengan tujuan pembatasan yang sah dalam konstitusi.

Mahkamah Konstitusi sebagai pengadilan konstitusional juga belum pernah melakukan uji proporsionalitas. Uji proporsionalitas tidaklah baku atau rigid, melainkan tergantung pada kondisi tiap-tiap negara yang menggunakannya dengan tidak hanya melihat tujuan dan cara, tetapi juga memeriksa derajat kerugian konstitusional yang akan diderita. Berdasarkan literatur ukuran pengujian proporsionalitas terdiri dari empat, yaitu:

  1. Tujuan sah yang hendak dicapai terhadap pembatasan;
  2. Apakah pembatasan tersebut mempunyai kesesuaian atau pertalian yang rasional (suitability);
  3. Apakah pembatasan telah sesuai dengan kebutuhan dan memberikan kadar kerugian konstitusional paling rendah (necessity), dan
  4. Apakah pembatasan telah menghasilkan keseimbangan dalam arti sempit atau Balancing in narrow sense.

Penerapan uji proporsionalitas terhadap pembatasan suatu HAM, tentunya menjadi solusi yang baik agar menciptakan suatu pembatasan yang sah. Mahkamah Konstitusi sebagai the guardian of the constitution dalam memutus apakah suatu undang-undang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dalam hal ini khusus terkait HAM tentu akan sangat terbantu dengan adanya uji proporsionalitas ini.

Daftar Pustaka

  • Faiz,P.M. 2007. Konstitusi, Constitutional Review, dan Perlindungan Kebebasan Beragama, [online], https://panmohamadfaiz.com/2007/10/04/konstitusi-constitutional-review-dan-perlindungan-kebebasan-beragama/, diakses 12 Maret 2021.
  • Yunus, A, Desi Fitriyani, dan Ahmad Taufiq, Uji Proporsionalitas Terhadap Hasil Investigasi Kecelakaan Pesawat: Dimensi Hak Asasi Manusia, Jurnal Amanna Gappa, 27 (2), September 2019, hlm. 123.

()